JAKARTA, KOMPAS.com — Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum menilai dakwaan yang disusun jaksa penuntut umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) spekulatif dengan menyebutnya berambisi sebagai calon presiden RI. Anas mengaku siap mematahkan dakwaan jaksa tersebut.
"Coba bayangkan, tahun 2005 saya sudah mau nyapres. Logis atau tidak? Masuk akal atau tidak? Itu fakta atau fiktif? Itu pernyataan spekulatif," kata Anas seusai sidang di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Jumat (30/5/2014).
Jaksa mendakwa Anas menerima hadiah atau janji terkait proyek Hambalang dan proyek lain. Menurut jaksa, mulanya, Anas ingin menjadi presiden RI. Untuk mewujudkan keinginannya itu, Anas bergabung dengan Partai Demokrat sebagai kendaraan politiknya dan mengumpulkan dana.
"Sekitar tahun 2005, terdakwa keluar dari Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan berkeinginan untuk tampil jadi pemimpin nasional, yaitu presiden RI sehingga butuh kendaraan politik," ujar jaksa.
Anas kemudian mencalonkan diri sebagai anggota DPR RI dari Partai Demokrat. Setelah terpilih, ia lalu ditunjuk sebagai Ketua Fraksi Partai Demokrat di DPR. Atas jabatannya itu, Anas dinilai memiliki pengaruh yang besar.
Anas disebut bisa mengatur proyek-proyek negara yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN). Menurut jaksa, saat itulah Anas berupaya mengumpulkan dana persiapannya sebagai calon presiden RI. Dana yang dikumpulkan Anas itu disebut dengan cara yang melawan hukum.
Anas kemudian terpilih sebagai Ketua Umum Partai Demokrat. Dalam upaya mengumpulkan dana, Anas dan mantan Bendahara Umum Partai Demokrat Muhammad Nazaruddin bergabung dalam perusahaan Permai Group.
"Dalam persidangan nanti, saya harapkan fakta-fakta persidangan betul-betul sangat dipertimbangkan oleh JPU dalam penuntutan nanti," lanjut Anas.
Anas ditetapkan KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi Hambalang sekitar Februari 2013. Melalui pengembangan penyidikan kasus ini, KPK menjerat Anas dengan pasal dalam undang-undang pencucian uang. Anas diduga melakukan pencucian uang aktif dan menikmati uang hasil pencucian uang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.