Jokowi menambahkan, ”Masak kirim barang ke Papua lebih mahal daripada kirim barang ke Eropa.”
Program konkret
Peneliti Senior Pusat Penelitian Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Siti Zuhro menilai kedua pasangan mengusung gagasan yang mirip.
”Jokowi-Kalla menjabarkan ide Trisakti Bung Karno dengan tekanan pentingnya menjaga Bhinneka Tunggal Ika dan nasionalisme,” katanya.
Prabowo-Hatta menawarkan gagasan ekonomi sosialisme Indonesia dengan tekanan ketahanan/kemandirian pangan dan ekonomi.
Semestinya, kata Siti, visi dan misi mereka dituangkan dalam kebijakan/program yang konkret dan realistis. Visi, misi, dan program semestinya disampaikan dalam bentuk lebih terukur, misalnya dituangkan dalam bentuk penyusunan APBN, berapa anggaran yang akan diberikan untuk program-program unggulan tersebut.
”Ini diperlukan agar pemilih bisa mempertimbangkan pasangan calon dengan jelas,” kata Siti.
Inisiator Dekrit Rakyat Indonesia yang juga Ketua Institut Hijau Indonesia, Chalid Muhammad, mengatakan, secara tekstual, kedua visi-misi dan program kerja capres sangat kuat menunjukkan semangat proteksi kepentingan nasional.
”Isu kemandirian menjadi isu di kedua kubu yang menjadi bukti bahwa isu tersebut sangat laku dijual kepada khalayak pemilih karena selama ini kemandirian sangat jauh dari realitas,” kata Chalid.
Namun, bagi Dekrit Rakyat Indonesia, masih ada pertanyaan penting apakah visi-misi dan program itu bisa dilaksanakan dengan mudah?
Jangan haus kekuasaan
Sementara itu, dosen dan Ketua Bidang Akademik pada Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara B Herry Priyono mengingatkan, siapa pun pemimpin baru Indonesia seharusnya bukan sosok yang haus kekuasaan.
”Bukan pula sosok yang terlalu gandrung dengan citra dan tepuk tangan internasional, bukan juga sosok yang hanya berlagak memahami aspirasi dan jerih payah rakyat biasa,” kata Herry dalam Diskusi Lingkar Muda Indonesia (LMI) bertema ”Menyambut Tahun Kedaulatan Rakyat” di Jakarta.
Peneliti Senior LIPI Mochtar Pabottingi juga mengingatkan, pada era reformasi, kedaulatan rakyat tergerus bukan karena direncanakan. Motif-motif dan perilaku korupsi masif dan meluas yang paling banyak memangsa hak-hak rakyat.
Budayawan Ignas Kleden juga mengingatkan perlunya membenahi pendidikan nasional. ”Apakah pendidikan kita ini ingin mendidik manusia seperti rezim Orde Baru, mendidik orang taat pada kekuasaan, tetapi tidak taat pada akalnya sendiri?” ujarnya. (FER/APA/ADP/ILO/A06/A14)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.