"Ada opsi ketiga, (hasil rapimnas) tidak mengusung capres. Itu terjadi kalau suara mayoritas (peserta) rapimnas meminta empat atau lima figur-figur selain Aburizal yang menjadi cawapres," kata Zainal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (4/5/2014).
Posisi ketua umum pun terancam
Tidak hanya posisi Aburizal sebagai capres yang tak lagi aman. Posisinya sebagai ketua umum partai pun terancam.
Poin keempat kesepakatan dari sepuluh ormas di DPP Partai Golkar merupakan desakan pelibatan DPD II Partai Golkar, struktur kepengurusan di kabupaten kota, dalam rapimnas mendatang.
Keterlibatan DPD II Golkar bisa menjadi ancaman bagi Aburizal karena inilah suara akar rumput struktur kepengurusan partai. Apalagi, para pengurus DPD II ini pernah memprotes pengukuhan Aburizal sebagai capres pada rapimnas 2012.
Zainal menyebut, keberadaan DPD II bisa membuka peluang pelengseran Aburizal dari kursi ketua umum. Meskipun para pengurus DPD II tersebut hanya akan menjadi peninjau AD/ART, kehadiran mereka dapat berpotensi mendesakkan percepatan musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
"Kenapa ada desakan untuk mengikutsertakan DPD II? Ini suatu strategi. Kalau sampai munaslub, bisa menggantikan ketum. Adanya DPD II kan tinggal diformalkan saja (rapimnas) untuk buat munaslub," kata Zainal.
Lagi pula, butir ketujuh kesepakatan sepuluh ormas penyangga partai ini jelas menyebutkan desakan agar musyawarah nasional (munas) diselenggarakan sesuai AD/ART yaitu pada Oktober 2014, bukan Oktober 2015 sesuai rekomendasi Munas Pekanbaru 2009.
Zainal berpendapat, Munas Pekanbaru sudah lalai melanggar AD/ART partai dengan menambah masa jabatan Aburizal menjadi enam tahun. "(Wacana) Munas Golkar ini akan memanas di rapimnas," kata Zainal.
Dipercepatnya pelaksanaan munas Golkar sama artinya menebas masa jabatan Aburizal sebagai ketum. Zainal mengatakan, hingga saat ini dua kader Golkar sudah menyatakan diri memperebutkan posisi yang kini diduduki Aburizal. Mereka adalah Priyo Budi Santoso dan Agung Laksono.
Zainal pun berkaca pada lengsernya Jusuf Kalla sebagai ketum yang digantikan Aburizal pada 2009. Saat itu, internal Golkar bergejolak setelah Kalla kalah telak dalam Pemilu Presiden 2009. Dia mengatakan, bukan tidak mungkin peristiwa itu berulang kembali sekarang.
Menurut Zainal, posisi Ketua Umum Partai Golkar sekarang sangat penting. Siapa pun yang bisa mendapatkan kursi tertinggi partai ini, ujar petinggi MKGR tersebut, akan mendapatkan banyak keuntungan politik.
Siapa pun yang menempati kursi ketua umum partai setelah munaslub, ujar Zainal, akan punya posisi tawar besar dengan presiden terpilih mendatang. Posisi tawar itu termasuk untuk memasukkan kader Golkar menjadi menteri dengan wewenang penuh, dengan "imbalan" koalisi dari Partai Golkar.
Bagi Golkar, posisi oposisi barangkali teramat sulit terbayangkan. Sepanjang sejarah keberadaannya, Partai Golkar selalu berada di dalam gerbong kekuasaan.
"Kebiasaan" ini barangkali sekarang menjadi peniup bara dari api yang menyala dalam sekam. "Nyala" itu ada, meski di bawah kerimbunan "pohon beringin" tua...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.