Pada Jumat (2/5/2014) siang, ormas pilar dan sayap Partai Golongan Karya kompak mengadakan konferensi pers. Mereka menyikapi perolehan suara Partai Golkar yang jauh meleset dari target.
Berbagai hitung cepat memperkirakan partai yang dinakhodai Aburizal Bakrie ini hanya memperoleh sekitar 14 hingga 15 persen suara. Padahal, target yang dipatok adalah 27 persen suara.
Ketua Umum Musyawarah Kekeluargaan Gotong Royong (MKGR) Priyo Budi Santoso, misalnya, bertemu dengan salah satu pendiri Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Suhadirman pada hari itu.
Di hadapan awak media, Suhardiman secara terang-terangan meminta kepada Aburizal untuk membuang impiannya sebagai presiden. "Jangan mimpi Ical akan jadi orang pertama di Indonesia dari luar Jawa," kata Suhardiman, pria yang juga menjadi pendiri Partai Golkar itu.
MKGR dan SOKSI, di samping Kosgoro 1957, merupakan pendiri Golkar dan dikenal sebagai tiga ormas (trikarya). Lalu, ormas lain Golkar, Angkatan Muda Pembaharuan Indonesia (AMPI) juga ikut bersuara.
Ketua Umum DPP AMPI Dave Laksono meminta organisasinya dilibatkan dalam rapat pimpinan nasional mendatang. Organisasi ini merasa ikut menyumbang suara bagi Golkar dalam pemilu legislatif. Mereka menyebutkan bahwa 50 persen anggota AMPI menjadi calon anggota legislatif Golkar.
Keesokan harinya, Sabtu (3/5/2014), delapan ormas pilar Golkar (hastakarya) dan dua ormas sayap Golkar membuat pernyataan sikap di Kantor DPP Golkar. Tujuh butir kesepakatan dihasilkan.
Salah satu butir kesepakatan itu mendesak agar Partai Golkar menggelar rapimnas sehari setelah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan hasil rekapitulasi perolehan suara pemilu legislatif. Rapimnas ini diperkirakan akan menjadi ajang panas.
Semua ormas "penyangga" Partai Golkar ini sepakat menggunakan rapimnas sebagai satu-satunya instrumen resmi untuk menyalurkan aspirasinya. Bagi mereka, jika Aburizal ditetapkan menjadi bakal calon presiden berdasarkan keputusan rapimnas, maka penentuan nasib pemilik Grup Bakrie setelah pemilu legislatif ini pun harus diambil dalam rapimnas.
Perebutan posisi cawapres?
Berbagai manuver untuk "menggoyang" pencapresan Aburizal oleh para pemegang "saham" Partai Golkar itu sebenarnya sudah dilancarkan sejak sebelum pemilu legislatif. Beberapa elite Golkar yang kerap mendengungkan evaluasi itu antara lain Akbar Tandjung, Priyo Budi Santoso, dan Yorrys Raweyai.
Dalam beberapa kesempatan, ketiga politikus tersebut mendorong Golkar melakukan evaluasi pencapresan Aburizal. Manuver yang dilakukan Priyo pun sempat mendapat kecaman dari Sekretaris Jenderal Partai Golkar Idrus Marham.
Dalam kecamannya, Idrus menyinggung lolosnya Priyo menjadi anggota DPR periode 2009-2014 karena mendapat limpahan suara Golkar. "Jujur saja, Priyo hampir tidak lolos dalam Pemilu 2009 kalau tidak dikatrol suara partai," kata dia.
Manuver sebagian elite Golkar tersebut juga disinyalir berlatar kepentingan pribadi. Bersama Akbar, nama Priyo memang disebut-sebut sebagai bakal cawapres yang ideal bagi calon presiden partai lain.
Politikus senior Partai Golkar Zainal Bintang merangkum, sejauh ini ada enam politikus Golkar yang potensial menjadi bakal cawapres bagi partai lain. Mereka adalah Akbar Tandjung, Priyo Budi Santoso, Jusuf Kalla, Luhut Panjaitan, Agung Laksono, dan Ginanjar Kartasasmita.
"Ada opsi ketiga, (hasil rapimnas) tidak mengusung capres. Itu terjadi kalau suara mayoritas (peserta) rapimnas meminta empat atau lima figur-figur selain Aburizal yang menjadi cawapres," kata Zainal dalam sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (4/5/2014).
Posisi ketua umum pun terancam
Tidak hanya posisi Aburizal sebagai capres yang tak lagi aman. Posisinya sebagai ketua umum partai pun terancam.
Poin keempat kesepakatan dari sepuluh ormas di DPP Partai Golkar merupakan desakan pelibatan DPD II Partai Golkar, struktur kepengurusan di kabupaten kota, dalam rapimnas mendatang.
Keterlibatan DPD II Golkar bisa menjadi ancaman bagi Aburizal karena inilah suara akar rumput struktur kepengurusan partai. Apalagi, para pengurus DPD II ini pernah memprotes pengukuhan Aburizal sebagai capres pada rapimnas 2012.
Zainal menyebut, keberadaan DPD II bisa membuka peluang pelengseran Aburizal dari kursi ketua umum. Meskipun para pengurus DPD II tersebut hanya akan menjadi peninjau AD/ART, kehadiran mereka dapat berpotensi mendesakkan percepatan musyawarah nasional luar biasa (munaslub).
"Kenapa ada desakan untuk mengikutsertakan DPD II? Ini suatu strategi. Kalau sampai munaslub, bisa menggantikan ketum. Adanya DPD II kan tinggal diformalkan saja (rapimnas) untuk buat munaslub," kata Zainal.
Lagi pula, butir ketujuh kesepakatan sepuluh ormas penyangga partai ini jelas menyebutkan desakan agar musyawarah nasional (munas) diselenggarakan sesuai AD/ART yaitu pada Oktober 2014, bukan Oktober 2015 sesuai rekomendasi Munas Pekanbaru 2009.
Zainal berpendapat, Munas Pekanbaru sudah lalai melanggar AD/ART partai dengan menambah masa jabatan Aburizal menjadi enam tahun. "(Wacana) Munas Golkar ini akan memanas di rapimnas," kata Zainal.
Dipercepatnya pelaksanaan munas Golkar sama artinya menebas masa jabatan Aburizal sebagai ketum. Zainal mengatakan, hingga saat ini dua kader Golkar sudah menyatakan diri memperebutkan posisi yang kini diduduki Aburizal. Mereka adalah Priyo Budi Santoso dan Agung Laksono.
Zainal pun berkaca pada lengsernya Jusuf Kalla sebagai ketum yang digantikan Aburizal pada 2009. Saat itu, internal Golkar bergejolak setelah Kalla kalah telak dalam Pemilu Presiden 2009. Dia mengatakan, bukan tidak mungkin peristiwa itu berulang kembali sekarang.
Menurut Zainal, posisi Ketua Umum Partai Golkar sekarang sangat penting. Siapa pun yang bisa mendapatkan kursi tertinggi partai ini, ujar petinggi MKGR tersebut, akan mendapatkan banyak keuntungan politik.
Siapa pun yang menempati kursi ketua umum partai setelah munaslub, ujar Zainal, akan punya posisi tawar besar dengan presiden terpilih mendatang. Posisi tawar itu termasuk untuk memasukkan kader Golkar menjadi menteri dengan wewenang penuh, dengan "imbalan" koalisi dari Partai Golkar.
Bagi Golkar, posisi oposisi barangkali teramat sulit terbayangkan. Sepanjang sejarah keberadaannya, Partai Golkar selalu berada di dalam gerbong kekuasaan.
"Kebiasaan" ini barangkali sekarang menjadi peniup bara dari api yang menyala dalam sekam. "Nyala" itu ada, meski di bawah kerimbunan "pohon beringin" tua...
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.