Dengan pengalaman itu, tidak mengherankan jika Ketua PKB Marwan Jafar berpendapat, koalisi di pemerintahan idealnya terbatas, tetapi kuat dan efektif. Untuk itu, koalisi antara lain harus dibangun berdasarkan kesamaan platform (Kompas, 12/4/2014).
Namun, jika melihat perbedaan pandangan di antara partai koalisi pemerintahan SBY-Boediono selama ini, alasan ideologis yang menyebabkan perbedaan itu sering kali terlihat kabur.
Alasan yang paling kelihatan dari perbedaan itu justru terlihat dari kepentingan pragmatis (dan bahkan mungkin sesaat) dari partai dan elite partai anggota koalisi. Akibatnya, dinamika koalisi lebih ditentukan oleh ”cuaca” politik daripada para anggotanya.
Fenomena ini semakin menegaskan adagium bahwa dalam politik tidak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi hanya kepentingan.
Dalam kondisi seperti ini, keberhasilan koalisi dalam pilpres dan pemerintahan Indonesia mendatang sepertinya tak hanya ditentukan oleh besar kecilnya koalisi atau kesamaan platform partai di dalamnya.
Namun, juga komunikasi dan karakter kepemimpinan yang dibangun di koalisi dan juga di pemerintahan.
Pembentukan koalisi di pilpres mendatang menjadi ujian awal dari koalisi berikutnya. Ujian utamanya mungkin bukan bagaimana meraih kemenangan di pilpres karena faktor figur diyakini lebih berperan dalam pemenangan dibandingkan partai.
Melainkan apa yang membuat koalisi itu terbentuk? Semoga dasarnya bukan politik dagang sapi (bagi-bagi kekuasaan), hingga ada modal awal untuk mengusir mendung dari langit politik Indonesia. (M Hernowo)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.