Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Koalisi, Komunikasi, dan Kepemimpinan

Kompas.com - 15/04/2014, 22:44 WIB

KOMPAS.com
 — Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Tjahjo Kumolo dan Wakil Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto, Kamis (10/4/2014), menemui Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh di kantornya, di Jakarta. Mereka menyebut pertemuan yang terjadi satu hari setelah Pemilu Legislatif 2014 ini merupakan bagian dari komunikasi politik untuk memperkuat sistem presidensial dan parlemen.

Komunikasi politik serupa, belakangan, gencar dilakukan oleh elite politik lain, seperti calon presiden dari PDI-P, Joko Widodo (Jokowi).

Sekretaris Jenderal Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) Ahmad Muzani menuturkan, partainya juga sudah menjalin komunikasi intensif dengan sejumlah partai, seperti Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP). Dalam waktu dekat, Ahmad Muzani juga akan bertemu dengan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Anis Matta.

Tujuan paling dekat dari berbagai komunikasi politik itu adalah pembentukan koalisi di pemilihan presiden (pilpres). Hal itu dilakukan karena Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2008 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden mensyaratkan, pasangan calon presiden (capres) dan wakil presiden (wapres) diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu yang memperoleh paling sedikit 20 persen kursi DPR atau 25 persen suara sah nasional dalam pemilu legislatif.

Sementara itu, jika melihat hasil hitung cepat sejumlah lembaga terhadap pemilu legislatif, diperkirakan tidak ada partai yang dapat mengusung sendiri pasangan calon capres dan cawapres. PDI-P yang diprediksi menjadi pemenang pemilu legislatif hanya memperoleh sekitar 19 persen suara sehingga kemungkinan PDI-P harus berkoalisi.

Koalisi juga harus dibangun oleh Partai Golkar jika tetap ingin mengajukan Aburizal Bakrie sebagai capres dan Partai Gerindra jika tetap bermaksud mengusung Prabowo Subianto sebagai capres.

Namun, koalisi bisa juga ditinggalkan jika ada partai yang dapat mengusung sendiri pasangan calon capres-cawapres. Hal ini terjadi pada Partai Demokrat pada  2009. Saat itu, Partai Demokrat sebenarnya dapat mengusung sendiri pasangan calon capres-cawapres karena memperoleh 148 kursi DPR atau 26,43 dari kursi DPR yang seluruhnya berjumlah 560 kursi.

Namun, saat itu, Partai Demokrat tetap membuat koalisi besar yang beranggotakan 23 partai untuk mengusung pasangan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Boediono. Partai pendukung pasangan itu di pilpres, antara lain, adalah Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP, dan PKB.

Entah karena besarnya dukungan koalisi atau kuatnya daya tarik sosok SBY, pasangan SBY- Boediono berhasil memenangi Pilpres 2009 dalam satu putaran. Mereka mengalahkan pasangan Megawati-Prabowo dan Jusuf Kalla-Wiranto.

Seusai pilpres, Partai Golkar kemudian bergabung dan menambah jumlah anggota koalisi partai pendukung pemerintahan SBY-Boediono.

Enam partai anggota koalisi pemerintahan SBY-Boediono, yaitu Partai Demokrat, Golkar, PKS, PAN, PPP, dan PKB, menguasai 423 atau 75,5 persen dari 560 kursi DPR. Sebanyak 137 kursi sisanya dimiliki oleh PDI-P, Partai Gerindra, dan Hanura, yang memutuskan tidak masuk dalam koalisi.

Namun, kurang dari 1,5 bulan setelah SBY-Boediono dilantik sebagai presiden dan wakil presiden, pada 20 Oktober 2009, guncangan sudah menerpa koalisi tersebut. Hal ini terjadi karena pada 1 Desember 2009 DPR memutuskan membuat panitia khusus angket Bank Century.

Guncangan di koalisi makin terasa ketika pada awal Maret 2010 Partai Golkar, PKS, dan PPP bergabung dengan PDI-P, Gerindra, dan Hanura terkait kesimpulan Pansus Bank Century. Mereka menyatakan, ada dugaan penyalahgunaan wewenang dan tindak pidana dalam pemberian dana talangan Rp 6,7 triliun untuk Bank Century. Dalam voting di Rapat Paripurna DPR, suara enam partai tersebut mengalahkan suara Partai Demokrat, PAN, dan PKB.

Perbedaan pendapat di antara partai anggota koalisi pemerintahan SBY-Boediono masih tetap terjadi meski setelah kasus Bank Century mereka membentuk sekretariat gabungan partai koalisi yang dipimpin langsung oleh SBY. Perbedaan pendapat itu, antara lain, terlihat dalam usulan kasus angket mafia pajak hingga rencana kenaikan harga bahan bakar minyak bersubsidi pada tahun 2012.

Kondisi ini membuat berita soal koalisi pemerintahan SBY- Boediono, selama ini, banyak diisi dengan kegaduhan politik.

Dengan pengalaman itu, tidak mengherankan jika Ketua PKB Marwan Jafar berpendapat, koalisi di pemerintahan idealnya terbatas, tetapi kuat dan efektif. Untuk itu, koalisi antara lain harus dibangun berdasarkan kesamaan platform (Kompas, 12/4/2014).

Namun, jika melihat perbedaan pandangan di antara partai koalisi pemerintahan SBY-Boediono selama ini, alasan ideologis yang menyebabkan perbedaan itu sering kali terlihat kabur.

Alasan yang paling kelihatan dari perbedaan itu justru terlihat dari kepentingan pragmatis (dan bahkan mungkin sesaat) dari partai dan elite partai anggota koalisi. Akibatnya, dinamika koalisi lebih ditentukan oleh ”cuaca” politik daripada para anggotanya.

Fenomena ini semakin menegaskan adagium bahwa dalam politik tidak ada kawan atau lawan abadi, yang abadi hanya kepentingan.

Dalam kondisi seperti ini, keberhasilan koalisi dalam pilpres dan pemerintahan Indonesia mendatang sepertinya tak hanya ditentukan oleh besar kecilnya koalisi atau kesamaan platform partai di dalamnya.

Namun, juga komunikasi dan karakter kepemimpinan yang dibangun di koalisi dan juga di pemerintahan.

Pembentukan koalisi di pilpres mendatang menjadi ujian awal dari koalisi berikutnya. Ujian utamanya mungkin bukan bagaimana meraih kemenangan di pilpres karena faktor figur diyakini lebih berperan dalam pemenangan dibandingkan partai.

Melainkan apa yang membuat koalisi itu terbentuk? Semoga dasarnya bukan politik dagang sapi (bagi-bagi kekuasaan), hingga ada modal awal untuk mengusir mendung dari langit politik Indonesia. (M Hernowo)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Usai Prabowo Nyatakan Tak Mau Pemerintahannya Digangggu...

Nasional
Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Kloter Pertama Jemaah Haji Berangkat, Menag: Luruskan Niat Jaga Kesehatan

Nasional
Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Ketua KPU yang Tak Jera: Perlunya Pemberatan Hukuman

Nasional
Nasib Pilkada

Nasib Pilkada

Nasional
Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

Nasional
Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

Nasional
Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

Nasional
Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

Nasional
Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

Nasional
Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

Nasional
Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

Nasional
Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

Nasional
Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

Nasional
Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com