Seorang pemilih, Widya (62), berdiri cukup lama di depan papan yang berisi daftar caleg tetap (DCT) DPR, DPD, dan DPRD provinsi. Papan tersebut diletakkan tepat di depan pintu masuk tempat pemungutan suara (TPS) 73 Kelurahan Menteng Dalam, Kecamatan Tebet, Jakarta Selatan.
Ia mengamati deretan ratusan nama yang dilengkapi gambar caleg. Sesekali dia berbincang dengan suaminya, Ahmad (65).
"Pilih siapa nih? Enggak ada yang (saya) kenal," Widya kepada sang suami.
Ketika suaminya mengajaknya masuk ke TPS, dia masih bertahan. "Sebentar. Belum selesai. Siapa tahu ada yang kita kenal," kata dia.
Perempuan itu mengaku memang belum menetapkan pilihannya. Alasannya, karena tidak ada satu pun calon yang dikenalnya. Ia hanya mengetahui bahwa pemilu kali ini diikuti 12 partai politik (parpol). Sementara itu, berapa jumlah dan siapa saja caleg yang diusung partai, tak pernah diketahuinya.
Pengetahuannya soal parpol pun tidak banyak. Satu-satunya sumber informasi soal peserta pemilu hanya iklan yang selalu muncul setiap hari. Ia juga mengaku tak tahu apa visi, misi, dan program partai-partai itu. Meski demikian, Widya akhirnya memutuskan memilih partai berdasarkan pengenalannya yang tidak banyak itu.
"Nyoblos partainya sajalah, daripada bingung. Orangnya (caleg) tidak ada yang (saya) kenal," kata dia.
Hal yang sama juga dialami Rachma (46). Ibu rumah tangga, warga Tebet Dalam itu, mengatakan, sejak penetapan partai politik (parpol) peserta pemilu Januari 2013 lalu dan penetapan caleg DPR dan DPD, Agustus 2013 lalu, tidak ada satu pun partai mau pun caleg yang langsung turun ke bawah menemuinya dan warga sekitarnya untuk menyampaikan visi, misi dan program kerjanya.
"Tidak ada sama sekali. Di acara apa pun tidak ada, sekali pun. Kami tidak pernah didatangi," kata Rachma.
Akhirnya, Rachma pun mengambil langkah yang sama seperti Widya. Lalu bagaimana dengan caleg independen atau DPD yang tidak melaju lewat partai?
"Lihat nanti di bilik saja," katanya.
Lain lagi dengan Cicih (72). Warga Jalan Jaya Mandala II itu memutuskan untuk memilih secara acak caleg pilihannya. Sebelum memilih, Cicih bahkan sempat mengintip pilihan orang lain di bilik suara di sebelahnya.
"Siapa saja lah dicoblos. Asal saja," ujar Cicih, seusai mencelupkan jarinya ke tinta sidik jari.
Cicih tidak terlalu peduli dengan hasil pemilu. Yang terpenting, kata dia, telah menggunakan hak pilihnya sebagai warga negara.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.