Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kontroversi RUU KUHAP, Wantimpres Laporkan 12 Pasal Pelemahan KPK ke Presiden

Kompas.com - 20/02/2014, 18:17 WIB
Sabrina Asril

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
- Dewan Pertimbangan Presiden mengirimkan surat kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono terkait kontroversi pembahasan Rancangan Undang-undang (RUU) Kitab Hukum Pidana/Kitab Hukum Acara Pidana (KUHP/KUHAP). Setidaknya ada 12 pasal yang menurut Wantimpres berpotensi melemahkan KPK di dalam RUU KUHAP.

Demikian disampaikan anggota Wantimpres, Albert Hasibuan dalam jumpa pers di Jakarta, Kamis (20/2/2014). "Saya pikir kerisauan KPK ini harus disikapi dengan serius dan tegas. Kelemahan-kelemahan dari pasal-pasal itu harus dihilangkan. Saya setuju dengan KPK. Saya sudah sampaikan surat kepada Presiden," ujar Albert.

Albert menjelaskan, penghilangan pasal-pasal yang berpotensi KPK itu bisa dilakukan dengan cara tetap membahas RUU sambil melakukan koreksi. Menurut Albert, pemerintah tetap tidak perlu menghentikan pembahasan.

"Saya daftar ada 12 (pasal) itu dikoreksi agar masyarakat bisa merasa terdorong untuk selalu memberantas korupsi. Pembahasan tetap lanjut, hanya pasal tertentu diganti," imbuh Albert.

Menurut Albert, dari 12 pasal yang dianggap melemahkan KPK, di antaranya yakni mengatur soal hakim dapat menghentikan penuntutan perkara, tidak ada perpanjangan masa penahanan, masa penahanan tersangka lebih singkat, tersangka atau terdakwa dapat mengajukan penangguhan penahanan.

Selain itu. Albert menilai pasal lainnya yang melemahkan KPK yakni mengatur tentang penyitaan harus seizin hakim pemeriksa, penyadapaan juga harus melalui izin hakim pemeriksa, penyadapan dalam hal mendesak dapat dibatalkan, putusan bebas tidak bisa diajukan ke tingkat kasasi dan putusan kasasi tidak boleh lebih berat dari putusan pengadilan tinggi.

Di dalam RUU KUHAP dan KUHP, kata Albert, juga tidak memuat ketentuan tentang penyelidikan dan pembuktian terbalik. "Harusnya semua pihak membahas ini sehingga menghasilkan satu Undang-undang KUHAP/KUHP dengan tidak melemahkan KPK," ujar Albert.

Desakan KPK

KPK telah mengirimkan surat kepada DPR dan Presiden meminta pembahasan RUU KUHP/KUHAP dihentikan. KPK berdalih persoalan waktu yang singkat, menjadi hambatan DPR menyelesaikan kedua RUU itu.

Oleh karena itu, KPK meminta agar pemerintah dan DPR menarik draf kedua RUU dan mempercayakan pembahasan kembali revisi undang-undang KUHP/KUHAP kepada DPR periode 2014-2019.

Selain itu, KPK juga keberatan substansi dari RUU KUHP yang masih memuat tindak pidana kejahatan luar biasa. Padahal, jenis tindak pidana itu sudah diatur dalam undang-undang tersendiri. DPR sudah menerima surat yang disampaikan KPK itu. Namun, DPR bersama tim penyusun KUHP dari pemerintahan sepakat untuk tetap melanjutkan pembahasan sampai ada sikap resmi Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 13 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Kesiapan Infrastruktur Haji di Arafah, Muzdalifah, dan Mina Sudah 75 Persen

Nasional
Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Cek Pelabuhan Ketapang, Kabaharkam Pastikan Kesiapan Pengamanan World Water Forum 2024

Nasional
Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Prabowo Sebut Soekarno Milik Bangsa Indonesia, Ini Respons PDI-P

Nasional
Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Ganjar Serahkan ke PDI-P soal Nama yang Bakal Maju Pilkada Jateng

Nasional
Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, Ini Kata Ganjar

Nasional
Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Bertemu Calon-calon Kepala Daerah, Zulhas Minta Mereka Tiru Semangat Jokowi dan Prabowo

Nasional
7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

7 Jenis Obat-obatan yang Disarankan Dibawa Jamaah Haji Asal Indonesia

Nasional
Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Visa Terbit, 213.079 Jemaah Haji Indonesia Siap Berangkat 12 Mei

Nasional
Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Soal Usulan Yandri Susanto Jadi Menteri, Ketum PAN: Itu Hak Prerogatif Presiden

Nasional
Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Di Australia, TNI AU Bahas Latihan Bersama Angkatan Udara Jepang

Nasional
BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

BPK Buka Suara usai Auditornya Disebut Peras Kementan Rp 12 Miliar

Nasional
Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Chappy Hakim: Semua Garis Batas NKRI Punya Potensi Ancaman, Paling Kritis di Selat Malaka

Nasional
Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Prabowo Diminta Cari Solusi Problem Rakyat, Bukan Tambah Kementerian

Nasional
Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Zulhas: Anggota DPR dan Gubernur Mana yang PAN Mintai Proyek? Enggak Ada!

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com