Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KY: Uji Materi Perppu, MK Tak Bisa Jadi Hakim bagi Dirinya Sendiri

Kompas.com - 07/02/2014, 09:20 WIB
Ihsanuddin

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com
 — Komisi Yudisial (KY) mengkritik sikap Mahkamah Konstitusi (MK) yang bersedia melakukan uji materi undang-undang (UU) yang mengatur mengenai lembaganya sendiri. Hal ini terkait kembali diajukannya uji materi UU Nomor 4 Tahun 2014. UU tersebut merupakan bentukan dari Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2013 tentang Mahkamah Konstitusi (Perppu MK) yang dikeluarkan oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pasca-terungkapnya kasus dugaan suap yang menjerat Ketua MK saat itu, Akil Mochtar.

Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki mengatakan, apa yang dilakukan MK bertentangan dengan asas hukum yang berlaku.

"Mencermati persoalan yang diajukan pemohon, penting bagi Mahkamah Konstitusi untuk menengok kembali asas hukum di dalam hukum acara, seseorang tidak dapat menjadi hakim bagi dirinya sendiri (nemo judex idoneus in propria causa)," kata Suparman, melalui pernyataan tertulis yang diterima Kompas.com, Kamis (6/2/2014) malam.
 
Ia mencontohkan salah satu perkara yang pernah terjadi di Eropa. Menurutnya, putusan pengadilan tingkat pertama di Eropa pernah dibatalkan karena dianggap memiliki konflik kepentingan terhadap hakim.

"Sebagai yurisprudensi, Pengadilan Tingkat Banding HAM Eropa membatalkan putusan The Royal Court (Pengadilan Tingkat Pertama) dengan menyatakan hakim The Royal Court tidak imparsial karena memutus menolak perkara pemohon yang berakibat pelemahan kepentingan hakim," kata Suparman.

Alasan yang selama ini kerap digunakan MK, yakni menggunakan argumen dalam putusan No 005/PUU–IV/2006 bahwa berperkara di MK tidak sama dengan berperkara di pengadilan biasa, menurutnya, tidak bisa diterima. Sebagai pengadilan tata negara yang memiliki fungsi memeriksa, mengadili dan memutus perkara, pada hakikatnya MK sama dengan fungsi pengadilan lain.

"Pandangan ini keliru dan tidak dapat dijadikan argumentasi untuk mengabaikan prinsip/asas nemo judex idoneus in propria causa. Dengan kata lain, argumentasi itu tidak beralasan atau bahkan grundloss (tanpa dasar) dan tidak didasarkan pada fondasi yang kokoh, yaitu tidak memiliki landasan filosofis yang memadai," ujar Suparman.

KY meminta hakim MK memperhatikan prinsip keadilan dan kebijaksanaan, sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang sifat adil dan sifat negarawan yang harus dimiliki oleh seorang hakim.

"Setelah putusan Mahkamah Konstitusi No 005/PUU–IV/2006, dalam persoalan ini, sikap adil dan sikap negarawan Hakim Mahkamah Konstitusi akan kembali diuji," katanya.

Menurut Suparman, seluruh dasar argumentasi pemohon menjadi tidak relevan dan tidak logis atau tidak memiliki landasan hukum yang kuat.

"Oleh karena itu, sudah sepatutnya Mahkamah Konstitusi 'tidak menerima' permohonan pemohon, yaitu tidak melanjutkan kepada pemeriksaan substansi atau menolak seluruh permohonan pemohon tersebut," ujarnya.

Seperti diberitakan sebelumnya, awalnya Perppu ini digugat oleh lima kelompok pengacara yang sering berperkara di MK. Mereka menganggap Perppu tersebut bertentangan dengan UUD 1945 karena tidak dikeluarkan dalam keadaan genting dan mendesak. Namun, setelah disahkan oleh DPR, MK memutuskan tidak dapat menerima gugatan Perppu tersebut karena telah kehilangan obyek.

Salah satu kelompok pengacara yang dipimpin Muhammad Asrun akhirnya kembali mengajukan permohonan uji materi terhadap UU tersebut. Permohonan Asrun tersebut menyasar pada tiga substansi pokok Perppu, yakni mengenai aturan hakim MK tidak berasal dari partai politik minimal tujuh tahun, sistem rekrutmen hakim MK yang melalui panel ahli, serta pengawasan MK oleh Majelis Kehormatan yang dipermanenkan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Prabowo Dinilai Bisa Bentuk 'Presidential Club', Tantangannya Ada di Megawati

Prabowo Dinilai Bisa Bentuk "Presidential Club", Tantangannya Ada di Megawati

Nasional
Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Bantah Bikin Partai Perubahan, Anies: Tidak Ada Rencana Bikin Ormas, apalagi Partai

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Saya Enggak Paham Maksudnya

Nasional
Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Jawaban Cak Imin soal Dukungan PKB untuk Anies Maju Pilkada

Nasional
[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk 'Presidential Club' | PDI-P Sebut Jokowi Kader 'Mbalelo'

[POPULER NASIONAL] Prabowo Ingin Bentuk "Presidential Club" | PDI-P Sebut Jokowi Kader "Mbalelo"

Nasional
Kualitas Menteri Syahrul...

Kualitas Menteri Syahrul...

Nasional
Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 6 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang 'Toxic' ke Pemerintahan

Prabowo Pertimbangkan Saran Luhut Jangan Bawa Orang "Toxic" ke Pemerintahan

Nasional
Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Berkunjung ke Aceh, Anies Sampaikan Salam dari Pimpinan Koalisi Perubahan

Nasional
Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Komnas KIPI: Kalau Saat Ini Ada Kasus TTS, Bukan karena Vaksin Covid-19

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com