”Peran saksi memang penting agar pemilu jurdil (jujur dan adil). Namun, kalau tidak bisa dijamin mekanisme pengawasannya, ya, tidak perlu dipaksakan. Masyarakat menghendaki sistem yang transparan dan akuntabel. Apalagi citra politisi dan DPR saat ini menurun di mata publik,” paparnya.
Dia mengapresiasi sikap sejumlah partai politik yang menolak pengalokasian dana saksi itu. Partai yang mampu dan memiliki infrastruktur politik yang baik berupa meratanya kader-kader dan simpatisan sewajarnya menolak dana yang akan dialokasikan dari APBN.
Sementara itu, Ketua KPU Husni Kamil Manik menyatakan, pihaknya tidak mau ikut-ikutan berpolemik mengenai dana saksi partai politik itu. Namun, partisipasi para saksi partai merupakan kebutuhan dalam pengawasan hasil pemilu. ”Nah, soal dari mana dananya, kami tidak ikut dalam diskursus itu,” tuturnya.
Mitra PPL
Mengenai mitra PPL, dalam draf rancangan perpres 24 Januari, disebutkan sebagai mitra pendukung pengawas pemilu lapangan yang dibentuk Bawaslu untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu di TPS.
Pengawas pemilu lapangan adalah petugas yang dibentuk Panitia Pengawas Kecamatan yang bertugas mengawasi penyelenggaraan pemilu di desa/kelurahan.
Segala pembiayaan yang diperlukan bagi pembentukan dan pelaksanaan tugas mitra PPL bersumber dari APBN. Honorarium mitra PPL dalam negeri Rp 100.000 dan mitra PPL di luar negeri 50 dollar AS. Adapun satuan pertahanan sipil/linmas belum definisikan. Honornya pun belum dicantumkan dalam rancangan perpres. (JON/A04)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.