Menurut Basrief, pihaknya sudah melakukan pengecekan atas informasi dari Belawan tersebut, tetapi hasilnya tidak ada jaksa berinisial BJI yang dikatakan Bahalwan meminta uang Rp 10 miliar.
“Saya sudah minta untuk pengawasan, melakukan pengecekan terhadap informasi yang diberikan tersangka. Ketika saya tanyakan itu, identitasnya enggak jelas,” kata Basrief di Istana Negara, Jakarta, Rabu (29/1/2014).
Kendati demikian, Basrief mengaku siap mengambil tindakan tegas jika memang ada oknum jaksa yang memeras tersangka. Namun sejauh ini, menurut Basrief, belum ditemukan bukti yang menunjukkan adanya jaksa yang meminta uang Rp 10 miliar kepada Bahalwan tersebut.
“Enggak ada itu, belum, jadi enggak jelas siapa itu,” katanya.
Seperti diberitakan sebelumnya, Bahalwan mengaku diancam akan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan atas kasus tersebut jika tak menyerahkan uang Rp 10 miliar. Namun, dia enggan menyebut nama oknum jaksa yang dimaksudnya tersebut.
Bahalwan ditetapkan sebagai tersangka pada tanggal 27 Januari 2014 dan ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejagung berdasarkan Surat Perintah Penahanan Nomor: Print-03/F.2/Fd.1/01/2014, tanggal 27 Januari 2014. Kini, dia didampingi mantan Wakil Ketua KPK Chandra M Hamzah sebagai pengacaranya.
Menurut Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Setia Untung Arimuladi, penyidik menemukan adanya dugaan aliran dana yang mencurigakan dalam rekening pribadi tersangka yang berasal dari proyek pengadaan pekerjaan LTE Gas Turbine (GT) 2.1 dan 2.2 sebesar Rp 90 miliar.
Sementara itu, kerugian negara akibat kasus ini sebesar 2.095.395,08 euro atau sekitar lebih kurang Rp 25 miliar. Sebelumnya, Kejagung telah menahan lima orang tersangka. Mereka adalah mantan General Manager KITSBU Chris Leo Manggala; Manajer Sektor Labuan Angin Surya Dharma Sinaga; Direktur Produksi PT Dirgantara Indonesia yang sebelumnya menjabat sebagai mantan Direktur Utama PT Nusantara Turbin dan Propolasi Supra Dekanto; serta dua karyawan PT PLN Pembangkit Sumbangut, Rodi Cahyawan dan Muhammad Ali.
Dalam kasus ini, penyidik menemukan adanya dugaan penyelewengan dalam kasus tersebut, di antaranya pekerjaan dilakukan tidak sesuai dengan kontrak, output mesin yang seharusnya 132 MW ternyata hanya 123 MW. Kemudian, pekerjaan LTE Gas Turbine (GT) 2.2 Pembangkit Listrik Tenaga Gas Uap (PLTGU) Blok 2 Belawan tidak dikerjakan, serta terdapat kemahalan harga.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.