"Rakyat tidak lagi memandang identitas. Ini angka yang sangat tinggi dan meski belum ada presedennya, ini menjadi tren yang menarik," kata koordinator tim peneliti, Yudi Latif, saat jumpa pers di Hotel Bidakara, Jakarta, Rabu (18/12/2013).
Dalam survei tersebut ditemukan bahwa hanya 18 persen responden yang menyatakan bahwa presiden harus berasal dari suku Jawa. Sementara, 3,33 persen responden mengatakan presiden harus berasal dari non-Jawa. Menurut Yudi, fakta ini menunjukkan bahwa mayoritas rakyat tidak mempersoalkan asal suku seorang calon presiden.
Selain Jawa-non Jawa, isu sipil-militer juga tidak lagi menjadi pertimbangan dalam memilih calon pemimpin. Dalam survei tersebut terlihat, mayoritas responden (71,73 persen) menganggap bahwa baik sipil maupun militer sama saja. Hanya 14,60 persen yang menginginkan calon presiden dari militer dan 13,67 persen menginginkan calon presiden nonmiliter.
Bagi rakyat, kata Yudi, yang menjadi pertimbangan utama dalam memilih figur calon presiden adalah sikap merakyat (60,33 persen) dan kemampuan atau keahlian (37,2 persen). Hampir semua responden dari berbagai suku menjadikan dua faktor ini sebagai pertimbangan utama.
Survei nasional ini dilakukan selama tiga pekan dari tanggal 4 sampai 25 November 2013. Metode pengambilan data dilakukan melalui wawancara tatap muka terhadap 1.500 responden. Responden laki-laki dan perempuan diambil secara proporsional dan disesuaikan dengan jumlah penduduk.
Dalam survei ini, penyebaran sampel dilakukan secara proporsional dengan jumlah penduduk per provinsi. Sementara di dalam provinsi, survei ini menggunakan metode multi stage random sampling. Survei ini juga memiliki tingkat kepercayaan hingga 95 persen dan margin of error 2,53.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.