Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Korupsi bagai Kanker Parah

Kompas.com - 17/12/2013, 19:33 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Operasi tangkap tangan Komisi Pemberantasan Korupsi terhadap Subri, Kepala Kejaksaan Negeri Praya, Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat, yang diduga menerima suap dari pengusaha Lusita Ani Razak, menunjukkan praktik korupsi sudah bagaikan kanker yang parah.

Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Ahmad Syafii Maarif khawatir, jika tidak segera diatasi, penyakit ini akan terus menggerogoti bangsa sehingga menyebabkan kerusakan parah, bahkan kematian.

”Praktik korupsi sudah seperti kanker parah karena melibatkan pejabat tinggi sampai birokrasi di bawah. Jika dibiarkan, bisa membunuh bangsa karena keadilan tidak bisa ditegakkan,” ujar Syafii, Senin (16/12).

KPK menangkap Jaksa Subri bersama Lusita di dalam kamar salah satu hotel di kawasan Senggigi, Lombok, Sabtu malam. Saat itu, Subri menerima suap dari Lusita. Di kamar itu, KPK juga menyita Rp 23 juta dan 16.400 dollar AS. Subri dan Lusita telah ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan di rumah tahanan KPK.

Kasus suap ini diduga terkait dengan penanganan perkara pemalsuan sertifikat tanah seluas 2.270 meter persegi di kawasan obyek wisata Selong Blanak, Lombok Tengah, NTB.

Perkara ini sedang disidangkan di Pengadilan Negeri Praya dan terdakwa Along dituntut tiga tahun penjara. Saat ini proses hukumnya dalam tahap pleidoi dan vonis perkara diperkirakan pada awal Januari 2014.

Kemarin, pimpinan KPK juga langsung mencegah semua anggota majelis hakim, jaksa, dan pelapor perkara itu agar tidak pergi ke luar negeri. Surat pencegahan sudah disampaikan kepada Direktorat Jenderal Imigrasi untuk lima orang.

Mereka adalah Bambang W Soeharto yang tercatat sebagai pelapor perkara dugaan pemalsuan sertifikat dengan terdakwa Sugiharta alias Along; jaksa dari Kejaksaan Negeri Lombok Tengah, Apriyanto Kurniawan, yang menuntut Along tiga tahun penjara; serta majelis hakim perkara itu, yakni Sumedi, Anak Agung Putra Wiratjaya, dan Dewi Santini. Mereka dicekal sejak 11 Desember 2013 hingga enam bulan ke depan.

Menurut Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, pencekalan itu untuk kepentingan penyelidikan. Jika KPK sewaktu-waktu butuh keterangan, mereka tidak di luar negeri dan segera bisa diperiksa. ”Standar KPK selama ini tidak pernah berhenti di satu nama,” ujarnya, kemarin.

Selain mencekal beberapa orang, KPK juga menggeledah rumah Lusita di Jakarta Barat. Penyidik menyita sejumlah berkas setelah menggeledah sejak Minggu malam hingga Senin dini hari.

Jaksa Agung prihatin

Jaksa Agung Basrief Arief menyatakan prihatin atas tertangkapnya Subri. Basrief menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada KPK dan memastikan akan segera menghentikan sementara Subri.

”Kita harus menyatakan keprihatinan karena dalam kondisi kita terus melakukan pembenahan, perbaikan dalam rangka reformasi birokrasi, masih terjadi hal yang seperti itu,” kata Basrief.

Basrief berterima kasih kepada KPK karena langkah penangkapan itu sangat membantu pelaksanaan reformasi birokrasi di kejaksaan. Ia berharap peristiwa ini menjadi pelajaran signifikan bagi seluruh aparatur kejaksaan, agar tak mengulang tindakan serupa.

Basrief menyatakan komitmennya untuk membantu KPK dalam mengungkap kasus ini. Dia juga akan memerintahkan semua unit di kejaksaan untuk mengevaluasi pemantauan internal. Di sisi lain, ia juga meminta masyarakat untuk ikut memantau kinerja jaksa serta melaporkan jika ada penyimpangan.

Halaman:
Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Gibran Ingin Konsultasi ke Megawati untuk Susun Kabinet, Politikus PDI-P: Itu Hak Prerogatif Pak Prabowo

Nasional
LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir 'Game Online' Bermuatan Kekerasan

LPAI Harap Pemerintah Langsung Blokir "Game Online" Bermuatan Kekerasan

Nasional
MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

MBKM Bantu Satuan Pendidikan Kementerian KP Hasilkan Teknologi Terapan Perikanan

Nasional
PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

PAN Siapkan Eko Patrio Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Usai Dihujat Karena Foto Starbucks, Zita Anjani Kampanye Dukung Palestina di CFD

Nasional
Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Kemenag: Jangan Tertipu Tawaran Berangkat dengan Visa Non Haji

Nasional
'Presidential Club' Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

"Presidential Club" Dinilai Bakal Tumpang Tindih dengan Wantimpres dan KSP

Nasional
Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Soal Presidential Club, Pengamat: Jokowi Masuk Daftar Tokoh yang Mungkin Tidak Akan Disapa Megawati

Nasional
Gaya Politik Baru: 'Presidential Club'

Gaya Politik Baru: "Presidential Club"

Nasional
Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Kemenag Rilis Jadwal Keberangkatan Jemaah Haji, 22 Kloter Terbang 12 Mei 2024

Nasional
Luhut Minta Orang 'Toxic' Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Luhut Minta Orang "Toxic" Tak Masuk Pemerintahan, Zulhas: Prabowo Infonya Lengkap

Nasional
PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat 'Presidential Club'

PDI-P Yakin Komunikasi Prabowo dan Mega Lancar Tanpa Lewat "Presidential Club"

Nasional
Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Zulhas: Semua Mantan Presiden Harus Bersatu, Apalah Artinya Sakit Hati?

Nasional
Soal 'Presidential Club', Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Soal "Presidential Club", Yusril: Yang Tidak Mau Datang, Enggak Apa-apa

Nasional
Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com