Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

UU Tipikor Belum Akomodir Konvensi PBB Melawan Korupsi

Kompas.com - 08/12/2013, 19:20 WIB
Rahmat Fiansyah

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai pemerintah dan DPR tidak berkomitmen merevisi UU Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sesuai dengan United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Peneliti ICW, Tama S. Langkun mengatakan beberapa ketentuan dalam UNCAC, seperti peningkatan kekayaan secara tidak wajar (illicit enrichment), jual beli pengaruh (trading influence), dan beberapa pasal lainnya, belum diatur dalam UU Tipikor.

"Kalau itu masuk ke UU Tipikor, bisa habis semua koruptor," kata Tama saat jumpa pers di kantor ICW, Kalibata, Jakarta, Minggu (8/12/2013).

Tama mengatakan masih banyak pasal-pasal yang terdapat dalam UNCAC belum diadopsi dalam UU Tipikor. Padahal, ia mengatakan, Indonesia sudah meratifikasi konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tersebut. Sehingga sudah selayaknya Indonesia menyelaraskan aturan terkait pemberantasan korupsi dengan UNCAC.

Terkait dengan peningkatan kekayaan secara tidak wajar dan jual-beli pengaruh, Tama menilai hal tersebut sudah diatur dalam pasal 20 dan 18 UNCAC. Kasus korupsi kuota suap impor daging sapi yang melibatkan mantan presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq menunjukkan kebuntuan karena tidak adanya ketentuan yang mengatur jual-beli pengaruh dalam UU Tipikor.

Selain itu, ia mengatakan unsur "merugikan keuangan negara" yang tercantum dalam pasal 3 UU Tipikor juga ikut menghambat upaya pemberantasan korupsi. Padahal, kata Tama, unsur kerugian negara dalam UNCAC jauh lebih luas cakupannya daripada kerugian keuangan negara yang ada dalam UU Tipikor.

"Jadi, unsur 'merugikan keuangan negara' seharusnya dihapus saja," katanya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 19 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 18 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Di Sidang SYL, Saksi Akui Ada Pembelian Keris Emas Rp 105 Juta Pakai Anggaran Kementan

Nasional
Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Dede Yusuf Minta Pemerintah Perketat Akses Anak terhadap Gim Daring

Nasional
Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Mesin Pesawat Angkut Jemaah Haji Rusak, Kemenag Minta Garuda Profesional

Nasional
Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Anggota Fraksi PKS Tolak Presiden Bebas Tentukan Jumlah Menteri: Nanti Semaunya Urus Negara

Nasional
Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Usai Operasi di Laut Merah, Kapal Perang Belanda Tromp F-803 Merapat di Jakarta

Nasional
Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Kriteria KRIS, Kemenkes: Maksimal 4 Bed Per Ruang Rawat Inap

Nasional
Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Soroti DPT Pilkada 2024, Bawaslu: Pernah Kejadian Orang Meninggal Bisa Memilih

Nasional
Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Direktorat Kementan Siapkan Rp 30 Juta Tiap Bulan untuk Keperluan SYL

Nasional
Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Setuju Sistem Pemilu Didesain Ulang, Mendagri: Pilpres dan Pileg Dipisah

Nasional
Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Menko Airlangga: Kewajiban Sertifikasi Halal Usaha Menengah dan Besar Tetap Berlaku 17 Oktober

Nasional
Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Serius Transisi Energi, Pertamina Gandeng KNOC dan ExxonMobil Kembangkan CCS

Nasional
Bawaslu Akui Kesulitan Awasi 'Serangan Fajar', Ini Sebabnya

Bawaslu Akui Kesulitan Awasi "Serangan Fajar", Ini Sebabnya

Nasional
Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Kontras Desak Jokowi dan Komnas HAM Dorong Kejagung Selesaikan Pelanggaran HAM Berat Secara Yudisial

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com