"Iya, kemungkinan itu bisa," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Rabu (6/11/2013), saat ditanya apakah Machfud merupakan pihak yang diuntungkan dari proyek Hambalang tersebut.
KPK menetapkan Machfud sebagai tersangka dalam pengadaan sarana dan prasarana olahraga Hambalang. Dia menyusul Andi, Deddy, dan mantan petinggi PT Adhi Karya Teuku Bagus Muhammad Noor yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus yang sama.
KPK menjerat Machfud dengan Pasal 2 Ayat 1 atau Pasal 3 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP. Jika dilihat dari konstruksi pasalnya, Machfud diduga melakukan perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan wewenang secara bersama-sama sehingga menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi. Pasal ini juga diterapkan KPK dalam menetapkan Andi, Deddy, dan Teuku Bagus sebagai tersangka.
Menurut Johan, Machfud ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai dirut PT Dutasari Citralaras, perusahaan subkontraktor proyek Hambalang. PT Dutasari Citralaras menjadi subkontraktor kerja sama operasi (KSO) PT Adhi Karya dan Wijaya Karya dalam pengerjaan mekanikal elektrikal Hambalang.
"Yang bersangkutan sebagai subkon dari KSO Adhi Karya-Wika," kata Johan.
Dia mengatakan, penetapan itu berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 4 November 2013. Penetapan tersangka ini berdasarkan keputusan dalam ekspose atau gelar perkara pada 3 November 2013.
Terima Rp 63 miliar
Sebelumnya Machfud pernah mengakui bahwa PT Dutasari menerima Rp 63 miliar terkait proyek Hambalang. Menurut Machfud, uang tersebut merupakan uang muka dari pengerjaan elektrikal mekanikal proyek Hambalang yang disubkontrakan ke PT Dutasari Citralaras. Machfud juga mengatakan, pembayaran uang muka Rp 63 miliar itu sudah sesuai prosedur.
Dia membantah uang itu disebut sebagai fee yang kemudian dibagi-bagikan ke Anas Urbaningrum, Andi Mallarangeng, serta ke anggota DPR seperti yang diungkapkan mantan Bendahara Partai Demokraat M Nazaruddin.
Sementara itu, hasil Audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkap, Mahfud selaku Direktur Utama PT Dutasari Citralaras menerima uang muka sebesar Rp 63.300.942.000 yang tidak seharusnya dia terima.
Temuan aliran dana ini diduga terkait dengan pernyataan Nazaruddin beberapa waktu lalu. Nazaruddin ketika itu menuturkan, PT Dutasari Citralaras berperan dalam menampung fee proyek Hambalang kemudian mengalokasikannya ke Andi Mallarangeng, Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum, serta ke DPR.
Menurut Nazaruddin, Machfud Suroso selaku petinggi Dutasari Citralaras membagi-bagikan fee Hambalang tersebut atas perintah Anas. Machfud, lanjut Nazaruddin, juga berperan mengatur pengadaan proyek.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.