Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

KPK Cegah Hakim Ramlan dan Pasti Serefina

Kompas.com - 22/10/2013, 17:21 WIB
Icha Rastika

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pihak Imigrasi untuk mencegah dua hakim terkait penyidikan kasus dugaan suap kepengurusan perkara korupsi bantuan sosial Pemerintah Kota Bandung. Dua hakim yang dicegah itu adalah Ramlan Comel yang merupakan hakim ad hoc di Pengadilan Negeri Bandung, serta Pasti Serefina Sinaga yang bertugas sebagai hakim di Pengadilan Tinggi Jawa Barat.

"Pencegahan dilakukan sejak 22 Oktober 2013 selama enam bulan ke depan," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Selasa (22/10/2013).

Menurut Johan, pencegahan dilakukan agar jika sewaktu-waktu keterangan kedua hakim itu diperlukan, mereka tidak sedang berada di luar negeri. Sejauh ini, baik Ramlan maupun Pasti, berstatus sebagai saksi terkait penyidikan dugaan suap bansos Bandung. Keduanya pernah diperiksa KPK beberapa waktu lalu.

Ada pun Ramlan diketahui sebagai anggota majelis hakim yang menangani perkara korupsi bansos Pemkot Bandung di PN Bandung. Dia menangani perkara itu bersama hakim Setyabudi Tejocahyono dan Jojo Johari. Kini, Setyabudi berstatus terdakwa penerima suap terkait penanganan perkara bansos Pemkot Bandung. Kasus bansos Pemkot Bandung ini pun bergulir di PT Jabar.

Sementara itu, Pasti merupakan anggota majelis hakim yang menangani perkara korupsi bansos bandung di PT Jabar bersama dengan hakim Fontian Munzil.

Dugaan keterlibatan Pasti

Dalam surat dakwaan Setyabudi yang dibacakan tim jaksa KPK di PN Tipikor Bandung beberapa waktu lalu disebutkan bahwa Setyabudi menemui Mantan Ketua PT Jabar Sareh Wiyono agar PT Jabar menguatkan putusan PN Bandung atas perkara Bansos. Kemudian Sareh mengarahkan pelaksana tugas PT Jabar Kristi Purnamiwulan untuk menunjuk Pasti Serefina Sinaga dan Fontian Munzil sebagai majelis hakim yang akan mengadili dan memeriksa perkara banding penyimpangan Bansos Kota Bandung.

Wali Kota Bandung Dada Rosada bersama Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Pemkot Bandung Edi Siswadi, Kepala Dinas Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (DPKAD) Herry Nurhayat dan Toto Hutagalung disebut dalam dakwaan bertemu di Lobby Hotel Topas Galeria untuk membahas permintaan uang dari Setyabudi sebesar Rp 1,5 miliar. Uang itu sebagai biaya mengamankan perkara di PT Jabar sesuai yang diminta oleh Sareh. Sebagai tindak lanjut pertemuan itu, Toto menemui Pasti lalu meminta agar hakim PT Jabar menguatkan putusan PN Bandung.

Dalam pertemuan itu Toto menyerahkan dokumen bukti pengembalian kerugian uang negara sekaligus menawarkan bantuan dari Dada Rosada agar Hotel Bumi Asih milik Pasti yang terletak di Jln. Soekarno Hatta 452 A dapat ditingkatkan menjadi hotel bintang tiga. Atas permintaan Toto itu, Pasti menyetujuinya.

Selain memberi izin hotel, Dada juga diduga menjanjikan Rp 1miliar kepada hakim di PT Jabar. Di Hotel Bumi Asih, Toto menyerahkan uang yang berasal dari Herry Nurhayat melalui Asep Triana sebesar Rp 500 juta kepada Pasti. Sisanya, akan dilunasi sebelum majelis hakim memutus banding perkara Bansos.

Dugaan keterlibatan Ramlan

Sementara itu, dugaan keterlibatan Ramlan tampak dalam reka ulang atau rekonstruksi pemberian suap kepada hakim Setyabudi yang digelar KPK beberapa waktu lalu. Ramlan diikutkan dalam rekonstruksi di Vila Jodam milik Toto.

Diduga ada pertemuan antara Toto, Setyabudi, Ramlan, Wali Kota Dada Rosada, dan mantan Sekretaris Daerah Edi Siswadi di vila tersebut. Seusai pertemuan, mereka pergi ke rumah karaoke Venetian tanpa dihadiri Dada.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Soal Presidential Club, Prabowo Diragukan Bisa Didikte Presiden Terdahulu

Nasional
Soal 'Presidential Club', Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Soal "Presidential Club", Golkar Yakin Prabowo Bisa Menyatukan para Presiden Terdahulu

Nasional
Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

Nasional
Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

Nasional
Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

Nasional
Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

Nasional
Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

Nasional
Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

Nasional
Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

Nasional
Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

Nasional
Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

Nasional
Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

Nasional
'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

"Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

Nasional
Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

Nasional
Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com