Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 10/10/2013, 09:01 WIB

Oleh Indra Tranggono

KOMPAS.com - BEBERAPA hari yang lalu, ramai diberitakan Ketua Mahkamah Konstitusi ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi.

Ketua MK Akil Mochtar diduga menerima suap Rp 3 miliar untuk penyelesaian kasus pilkada. Jika hal itu benar dan terbukti di pengadilan, angka Rp 3 miliar untuk sekaliber Ketua MK berarti tidak mahal. Murah. Ya, Rp 3 miliar jumlah yang sangat kecil bagi pembeli keadilan yang akan meraup keuntungan puluhan, bahkan ratusan miliar rupiah jika mampu menjadi kepala daerah.

Kasus ini hanyalah contoh sangat remeh dan tidak bermartabatnya ”pendekar hukum” di negeri ini. Siapa berani menjamin Akil satu-satunya penegak hukum paling kotor?

Di republik ini, persoalan korupsi lebih dipahami secara teknis, bukan etis. Karena itu, jika ada penyelenggara negara yang korupsi dan tertangkap, ia bisa disebut sedang ”apes”.

Betapa parah peradaban bangsa ini jika pemberantasan korupsi lebih berurusan dengan soal teknis dan bukan etis. Problem teknis dikaitkan dengan malang- mujurnya ”nasib” koruptor.

Korupsi pun bisa tereduksi jadi problem kejahatan mistis. Apes dan mujur menjadi idiom semiotiknya. Hal ini persis dengan pemahaman klasik jagat permalingan dalam masyarakat tradisional yang relatif tidak mengenal sistem pemberantasan pencurian.

Jika ada maling ditangkap, ucapan yang muncul biasanya berupa permakluman, ”Ya, maling itu sedang apes saja. Bayangkan jika tidak apes, semua harta orang bisa digaruk!”

Analoginya, jika kenyataan buram itu yang terjadi, kita bisa menyimpulkan betapa sangat tidak amannya negeri ini dari ancaman koruptor. Juga, betapa minimnya kekuatan lembaga penegak hukum kita. KPK cenderung bermain sendirian. Ketika jumlah koruptor mengalami ledakan yang spektakuler di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif, KPK pun akan terkucil, menggigil kesepian.

Ditangkapnya Akil Mochtar menunjukkan virus korupsi telah bersarang di kepala, jantung, hati, paru-paru, dan sel-sel darah bangsa ini. Virus atau bakteri yang menyebar dan meruyak di organ-organ penting negara ini sangat berpotensi mempercepat pembusukan tubuh bangsa.
Hancurnya kebanggaan

Mantan Ketua MK Mahfud MD bilang, gaji Akil Mohtar sekitar Rp 100 juta. Take home pay itu dihitung dari gaji pokok hingga berbagai uang tunjangannya. Menjadi sangat mengherankan jika dengan gaji sebesar itu, Akil Mochtar masih ngompreng.

Fenomena Akil Mochtar menunjukkan: korupsi bukan hanya soal uang, melainkan juga mental ”selalu kurang dan tidak pernah puas”. Pengidap kemiskinan mental-spiritual seperti itu bukan hanya tidak memiliki rasa syukur, melainkan juga mengalami sindroma ”bisa menelan dunia”. Orang macam ini merasa perutnya seluas alam raya. Ia tidak punya konsep berpikir bahwa dalam dunia ini juga perlu ruang hidup bagi orang lain atau liyan (the others). Maka ketika mendapat posisi dan jabatan, orang macam itu tidak berpikir untuk mendistribusikan kesejahteraan dan keadilan.

Egoisme yang besar, keras, dan keji telah meluluhlantakkan martabatnya. Kedudukan, jabatan, atau peran sosial tidak dipahami dan dihayati sebagai pencapaian nilai yang membanggakan dirinya. Orang dengan ambisi kekuasaan yang nggegirisi macam ini tidak lagi memiliki obsesi menjadi orang baik (minimal) dan orang besar (maksimal). Ukuran orang baik bisa sangat sederhana: keberadaannya bermakna bagi publik. Ukuran orang besar pun bisa dirumuskan secara bersahaja, yakni peran sosial dan kultural yang dilandasi etik/ etos dan memberi kontribusi penting bagi peradaban bangsa.

Para penegak hukum, para politisi, dan para penyelenggara pemerintahan yang sering mengaku sebagai negarawan itu mestinya punya obsesi jadi orang besar. Jika tidak mampu mencapainya, minimal menjadi orang baik.

Namun, sangat sulit menjadi (dan mencari) orang baik di lembaga legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Kebaikan hanya berhenti pada jagat simbol, seperti tampak pada jargon-jargon yang menggelikan: bersih, peduli dan santun (tapi ya tetap nyolong).

INDRA TRANGGONO, Pemerhati Kebudayaan dan Sastrawan

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | 'Crazy Rich' di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

[POPULER NASIONAL] Babak Baru Kasus Vina Cirebon | "Crazy Rich" di Antara 21 Tersangka Korupsi Timah

Nasional
Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 21 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Kemendikbud Sebut Kuliah Bersifat Tersier, Pimpinan Komisi X: Tidak Semestinya Disampaikan

Nasional
Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Wapres Minta Alumni Tebuireng Bangun Konsep Besar Pembangunan Umat

Nasional
Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Khofifah-Emil Dardak Mohon Doa Menang Pilkada Jatim 2024 Usai Didukung Demokrat-Golkar

Nasional
Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Pertamina Raih Penghargaan di InaBuyer 2024, Kado untuk Kebangkitan UMKM

Nasional
Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Soal Isu Raffi Ahmad Maju Pilkada 2024, Airlangga: Bisa OTW ke Jateng dan Jakarta, Kan Dia MC

Nasional
Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Cegah MERS-CoV Masuk Indonesia, Kemenkes Akan Pantau Kepulangan Jemaah Haji

Nasional
Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Dari 372 Badan Publik, KIP Sebut Hanya 122 yang Informatif

Nasional
Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Jemaah Haji Indonesia Kembali Wafat di Madinah, Jumlah Meninggal Dunia Menjadi 4 Orang

Nasional
Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Hari Keenam Penerbangan, 34.181 Jemaah Haji tiba di Madinah

Nasional
Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Jokowi Bahas Masalah Kenaikan UKT Bersama Menteri Pekan Depan

Nasional
KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

KIP: Indeks Keterbukaan Informasi Publik Kita Sedang-sedang Saja

Nasional
Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Digelar di Bali Selama 8 Hari, Ini Rangkaian Kegiatan World Water Forum 2024

Nasional
Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Golkar Resmi Usung Khofifah-Emil Dardak di Pilkada Jatim 2024

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com