Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Saksi Putar Uang Djoko Susilo dari Rp 200 Juta Jadi Miliaran

Kompas.com - 30/07/2013, 21:38 WIB
Dian Maharani

Penulis


JAKARTA, KOMPAS.com — Pengusaha Subekti Adiyanto mengaku pernah diberikan modal Rp 200 juta dari terdakwa kasus dugaan korupsi simulator SIM dan tindak pidana pencucian uang Inspektur Jenderal Djoko Susilo untuk menjalankan usaha. Dia mengaku mampu memutar dana Rp 200 juta itu menjadi menguntungkan hingga miliaran rupiah.

"Tahun 1991 ada kerja sama. Kebetulan beliau titipkan uang untuk saya kelola," terang Subekti yang hadir sebagai saksi meringankan (a de charge) untuk Djoko di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Selasa (30/7/2013).

Menurut dia, Djoko telah mempercayakan uang Rp 200 juta itu kepadanya untuk usaha atau bisnis apa pun. Uang tersebut dikelola Subekti dengan membeli perhiasan, simpan pinjam, hingga jual beli barang.

"Karena saya jual-beli permata, berlian, jadi kadang-kadang ada celah bisnis. Ada yang butuh uang kontan, kita beli dan jual lagi," terangnya.

Kemudian disepakati dengan membagi keuntungan sebanyak 70 persen untuk Djoko dan 30 persen untuk Subekti. Menurut dia, keuntungannya selalu meningkat. Awalnya pada 1992 uang menjadi Rp 230 juta, lalu 1995 mencapai Rp 635 juta, hingga pada tahun 2000 keuntungan meroket menjadi Rp 6,1 miliar.

"Setiap akhir tahun naik terus. Tiap tahun kita buat laporan ke Djoko," katanya.

Menurut Subekti, bisnisnya tak pernah merugi. Bahkan pada tahun 2007 bisnisnya mencapai Rp 22 miliar. Beberapa kali Djoko juga mengambil uang tersebut ketika membutuhkannya. "Tahun 1998 kita main dollar juga. Waktu itu kan naik," katanya.

Terakhir, pada tahun 2010, totalnya mencapai Rp 14,8 miliar dan telah diberikan kepada Djoko. Subekti mengaku kenal dengan Djoko pada 1990 saat masih menjabat sebagai Kepala Satlantas Surakarta. Perkenalan itu dikarenakan Subekti adalah anggota Ikatan Motor Besar Indonesia (IMBI).

"Setelah berkenalan, akhirnya sering ketemu beliau. Kadang-kadang longgar (waktu), kita makan bareng," ujarnya.

Seperti diketahui, selain didakwa melakukan tindak pidana korupsi, mantan Kepala Korps Lalu Lintas Polri itu juga didakwa melakukan tindak pidana pencucian uang dengan menyamarkan hartanya yang diduga berasal dari tindak pidana korupsi.

Harta kekayaan Djoko dianggap tidak sesuai dengan profilnya sebagai Kepala Korps Lalu Lintas Kepolisian RI. Aset Djoko yang dipersoalkan jaksa KPK tak hanya harta perolehan semasa Djoko menjabat sebagai Kepala Korlantas Polri pada 15 September 2010 hingga 23 Februari 2012.

Nilai aset yang dimasukkan dalam dakwaan mencapai lebih dari Rp 100 miliar. Selain aset semasa Djoko menjadi Kepala Korlantas, KPK juga memasukkan aset dari masa sebelum dan sesudah Djoko memangku jabatan itu. Batas awal aset yang disidik adalah perolehan mulai 2002. Selepas menjadi Kepala Korlantas Polri, Djoko menjabat sebagai Gubernur Akademi Kepolisian.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Sadar PTUN Tak Bisa Batalkan Putusan MK, PDI-P: Tapi MPR Punya Sikap untuk Tidak Melantik Prabowo

Nasional
Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Surya Paloh Sungkan Minta Jatah Menteri meski Bersahabat dengan Prabowo

Nasional
Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Anies Respons Soal Ditawari Jadi Menteri di Kabinet Prabowo atau Tidak

Nasional
Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Ajukan Praperadilan Kasus TPPU, Panji Gumilang Minta Rekening dan Asetnya Dikembalikan

Nasional
KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

KPU Bantah Tak Serius Ikuti Sidang Sengketa Pileg Usai Disentil Hakim MK: Agenda Kami Padat...

Nasional
Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Sedih karena SYL Pakai Duit Kementan untuk Keperluan Keluarga, Surya Paloh: Saya Mampu Bayarin kalau Diminta

Nasional
Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Hari Tuna Sedunia, Kementerian KP Siap Dorong Kualitas, Jangkauan, dan Keberlanjutan Komoditas Tuna Indonesia

Nasional
Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Sebut Suaranya Pindah ke PDI-P, PAN Minta Penghitungan Suara Ulang di Dapil Ogan Komering Ilir 6

Nasional
Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Jokowi Teken UU Desa Terbaru, Kades Bisa Menjabat Hingga 16 Tahun

Nasional
Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Soal Lebih Baik Nasdem Dalam Pemerintah atau Jadi Oposisi, Ini Jawaban Surya Paloh

Nasional
Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Sentil Pihak yang Terlambat, MK: Kalau di Korea Utara, Ditembak Mati

Nasional
Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Giliran Ketua KPU Kena Tegur Hakim MK lantaran Izin Tinggalkan Sidang Sengketa Pileg

Nasional
Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Panji Gumilang Gugat Status Tersangka TPPU, Sebut Polisi Tak Penuhi 2 Alat Bukti

Nasional
Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Sidang Administrasi Selesai, PTUN Minta PDI-P Perbaiki Gugatan terhadap KPU

Nasional
Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Bamsoet Apresiasi Sikap Koalisi Perubahan Akui Kemenangan Prabowo-Gibran

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com