Ia mengatakan, BLSM berjalan tanpa diikuti dengan data terbaru penerima. BLSM diberikan kepada 15,5 juta masyarakat yang terkena dampak langsung dari naiknya harga BBM bersubsidi.
Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufry mengatakan, sumber data yang digunakan untuk pendistribusian BLSM merupakan data tahun 2011. Alasan pemerintah ialah untuk mempermudah dan tidak repot dalam penyalurannya.
"Saya kira begitulah cara kerja pemerintah kita saat ini, mengambil jalan pintasnya saja tanpa memikirkan dampak atau implikasi atas kebijakan apa yang akan diambil," kata Suding saat dihubungi, Jumat (28/6/2013) pagi.
Anggota Komisi III DPR RI ini menegaskan, pemberian BLSM perlu mendapat sorotan karena kenaikan harga BBM berimplikasi pada daya beli masyarakat dan potensial meningkatkan jumlah orang miskin di Indonesia. Ia mendesak pemerintah menyalurkan BLSM menggunakan data akurat agar pembagiannya tepat sasaran. Pemerintah juga dinilai tidak transparan dengan data keluarga penerima bantuan Rp 150.000 per bulan tersebut.
Suding khawatir penyaluran BLSM tidak tepat sasaran dan tak ada waktu untuk mengevaluasi mengingat diberikan hanya dalam waktu 4 bulan.
"Apakah tepat sasaran? Bagaimana mengidentifikasi penerima ini? Kan tidak jelas, tidak transparan. Akan kami soroti, pasti itu," ujarnya.
Pembagian BLSM dilakukan di kantor pos menggunakan Kartu Penjamin Sosial (KPS). Kartu tersebut telah mulai dibagi pemerintah bekerja sama dengan PT Pos Indonesia sebelum harga BBM bersubsidi resmi naik pada 22 Juni pekan lalu.
Sampai saat ini, KPS telah diberikan lebih dari setengah jumlah penerima di seluruh Indonesia. Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi menargetkan pembagian KPS selesai pada 1 Juli mendatang.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.