Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Soal Penghargaan Negarawan, Presiden Seyogianya Tahu Diri

Kompas.com - 17/05/2013, 13:03 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono diminta memikirkan nasib para korban intoleransi yang terus menuntut keadilan sebelum menerima penghargaan negarawan dunia 2013 atau "World Statesman Award" dari Appeal of Conscience Foundation (ACF). Presiden diminta berkaca pada persoalan kekerasan berlatar belakang agama di dalam negeri yang tidak terselesaikan.

"Pikirkan para korban yang tiap minggu menuntut keadilan di depan Istana. Semoga Presiden tahu diri masih banyak persoalan yang harus diselesaikan. Bereskan dan rakyat yang akan berikan award," kata anggota Komisi III DPR Eva Kusuma Sundari ketika dihubungi, Jumat ( 17/5/2013 ).

Hal itu dikatakan Eva ketika dimintai tanggapan rencana pemberian World Statesman Award di sela-sela kunjungan Presiden ke Amerika Serikat pada akhir Mei 2013 . ACF merupakan organisasi yang mempromosikan perdamaian, demokrasi, toleransi, dan dialog antar kepercayaan yang berbasis di New York, AS.

Eva mengatakan, setelah pemberitaan rencana pemberian penghargaan dari ACF untuk SBY, ia menerima banyak curhatan dan protes dari para korban intoleransi yang tidak bisa beribadah. Begitu pula para aktivis yang bekerja untuk kebebasan beragama dan pendamping para korban.

Eva mengaku bingung dan bertanya-tanya apa dasar rencana pemberian penghargaan tersebut. Apakah lantaran pidato Presiden SBY di forum Perserikatan Bangsa-Bangsa yang mengecam penistaan agama? Jika benar, Eva bertanya, apakah pidato itu merupakan prestasi?

"Saya menduga yayasan tersebut memberikan award karena lobi-lobi Istana yang paham kegemaran Presiden menerima global award. Jadi, basis pemberian tidak kepada prestasi, tapi lebih seperti 'suap'," kata Eva.

Politisi PDI Perjuangan itu menambahkan, fakta yang terjadi selama hampir dua periode kepemimpinan SBY justru sebaliknya, toleransi semakin memburuk. Kelompok minoritas terus menjadi target kekerasan di berbagai daerah.

Ia memberi contoh kekerasan yang dialami kelompok Syiah dan Ahmadiyah di beberapa daerah. Begitu pula pelarangan membangun gereja, bahkan pembongkaran gereja di beberapa tempat. Hampir setiap pekan, umat nasrani yang menjadi korban lalu beribadah di depan Istana.

"Kelompok prokekerasan makin leluasa mendikte pemerintah daerah dan polisi untuk merampas HAM minoritas. Namun, Presiden atau pemerintah pusat tidak ada tindakan," kata Eva.

Meski demikian, Eva menyerahkan semua kepada Presiden. Jika Presiden menganggap tidak bertanggung jawab atas sikap abai Pemda selama ini sehingga menerima penghargaan tersebut, Eva mengatakan, ia maupun publik tidak bisa berbuat apa-apa.

"Tempatkan kepentingan rakyat mu sebagai yang pertama, Pak Presiden!," pungkas Eva.

Sebelumnya protes yang kurang lebih lama diutarakan pakar etika politik Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara Romo Franz Magnis Suseno (baca: Surat Protes Franz Magnis atas Rencana Penghargaan Negarawan untuk SBY)

Menanggapi sejumlah protes terkait penghargaan ini, pihak Istana meminta semua pihak menilai objektif atas rencana pemberian pengharaan dari ACF. Pihak Istana menyebut tidak pernah ada permintaan untuk penghargaan kepada Presiden.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Pertamina Bina Medika IHC dan Singhealth Kolaborasi Tingkatkan Layanan Kesehatan

Nasional
Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Prabowo Diprediksi Tinggalkan Jokowi dan Pilih PDI-P Usai Dilantik Presiden

Nasional
Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: 'Skincare' Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Daftar Aliran Uang Kementan ke SYL dan Keluarga: "Skincare" Anak, Ultah Cucu, hingga Bulanan Istri

Nasional
Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Jokowi dan Mentan Amran Sulaiman Bersepeda Bareng di Mataram

Nasional
'Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo'

"Jokowi Tembok Tebal yang Halangi PDI-P Berkoalisi dengan Prabowo"

Nasional
Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Projo Ungkap Kemungkinan Jokowi Akan Gabung Parpol Lain Setelah Tak Dianggap PDI-P

Nasional
Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Jokowi Makan Mie Gacoan di NTB, Pesan Mi Level 0

Nasional
Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Kaum Intelektual Dinilai Tak Punya Keberanian, Justru Jadi Penyokong Kekuasaan Tirani

Nasional
[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

[POPULER NASIONAL] Para Sesepuh Kopassus Bertemu | Prabowo Ingin Libatkan Megawati Susun Kabinet

Nasional
Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Rute Transjakarta 9F Rusun Tambora - Pluit

Nasional
Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 4 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 3 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Sidang Perdana Hakim Agung Gazalba Saleh di Kasus Gratifikasi dan TPPU Digelar 6 Mei 2024

Nasional
Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Respons MA soal Pimpinan yang Dilaporkan ke KY karena Diduga Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

KY Verifikasi Laporan Dugaan Pelanggaran Etik Pimpinan MA, Dilaporkan Ditraktir Makan Pengacara

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com