"Negara telah menjalankan dualisme, di satu sisi negara tetap menjalankan kontrak berdasarkan PSC, namun di sisi lain perjanjian ini dipidanakan dan divonis bersalah," protes Dedy.
"Telah terjadi kriminalisasi perjanjian. Kita juga telah hadirkan ahli bioteknologi dari Institut Pertanian Bogor yang telah menggugurkan pernyataan ahli kejaksaan Edison Effendi, namun tak pernah dipertimbangkan majelis," kata Dedy
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) juga telah menyatakan telah menangguhkan cost recovery PT Chevron sebesar 9,9 juta dollar AS. Namun, tetap saja pertimbangan itu tak digunakan majelis hakim.
Dalam perjanjian PSC, yang justru terjadi ternyata ada kelebihan bayar terhadap BP Migas sehingga BP Migas harus mengembalikan uang 24 juta dollar AS kepada Chevron.
Namun karena ada kasus bioremediasi, ada kewajiban bayar BP Migas yang ditunda sebesar 9 juta dollar AS, sehingga negara hanya mengembalikan sebesar 14 juta dollar AS.
"Fakta soal overlifting dan suspend ini ditutupi JPU. Jadi negara tidak pernah dirugikan, uang yang telah dikeluarkan untuk bioremediasi adalah uang Chevron sendiri," kata Herlan bin Ompo.
Dengan vonis ini, Herlan yang merasa sudah mengikuti tender sesuai kualifikasi yang diumumkan oleh Chevron, dirinya mengandaikan sebagai penumpang taksi namun ditilang oleh kepolisian akibat pelanggaran lalu lintas yang dilakukan sopir taksi.
Seharusnya, jika ada persoalan, maka urusan itu adalah masalah sang sopir taksi, atau dalam hal ini masalah PT Chevron dengan negara karena perjanjian PSC masih berlaku dari 2001 - 2021.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.