Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hakim Tak Paham Soal Kontrak Bagi Hasil

Kompas.com - 08/05/2013, 21:24 WIB
Amir Sodikin

Penulis

 

JAKARTA, KOMPAS.com- Vonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi terhadap para kontraktor bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia, berapapun pidananya, membuktikan majelis hakim tak memahami kontrak perjanjian PSC (production sharing contract-kontrak bagi hasil).

Padahal, PSC antara pemerintah Indonesia dengan Chevron ini masih berjalan dan difungsikan, tapi tiba-tiba di tengah pelaksanaan datang vonis pidana korupsi.

Seperti diberitakan sebelumnya, dalam sidang terpisah, dua kontraktor pekerjaan teknis pelaksanaan proses bioremediasi PT Chevron divonis bersalah melakukan tindak pidana korupsi.

Mereka adalah Direktur PT Green Planet Indonesia (GPI) dan Direktur PT Sumigita Jaya (SGJ) Herlan bin Ompo.

Kerugian negara akibat perbuatan PT GPI dihitung 3,089 juta dollar AS, sedangkan akibat perbuatan PT SGJ dihitung 6,9 juta dollar AS.

Kerugian negara tersebut dihitung hanya berdasarkan invoice yang ada tanpa mempertimbangkan juga pekerjaan-pekerjaan yang telah diselesaikan oleh para kontraktor.

Usai mendengarkan pembacaan vonis Herlan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Rabu (8/5/2013), penasehat hukum Herlan, Dedy Kurniadi, menyatakan vonis majelis hakim ini membuktikan telah terjadi kriminalisasi perjanjian PSC.

"Kita menyaksikan peradilan yang sesat. Pertimbangan majelis hakim yang mengambil alih fakta-fakta versi jaksa penuntut umum hanya semata untuk menguatkan tuntutan jaksa penuntut umum Kejaksaan Agung," kata Dedi.

Padahal, dalam setiap pemeriksaan saksi-saksi, tak ada yang memberatkan Herlan. Kasus ini membuktikan bahwa para hakim, kecuali hakim Sofialdi yang mengajukan beda pendapat atau dissenting opinion, tak memahami apa itu PSC.

"PSC itu perjanjian keperdataan yang kedua belah pihak dalam hitung-menghitungnya sudah ada cara koreksi tersendiri dengan mekanisme underlifting dan overlifting, dan mekanisme ini sudah bekarja dan berjalan kok tiba-tiba dibawa ke pidana," kata Dedi.

Dari mekanisme PSC, pemerintah telah menangguhkan atau suspend uang sebesar 9,9 juta dollar AS yang merupakan jumlah uang untuk cost recovery untuk pekerjaan bioremediasi.

Uang tersebut dibekukan setelah bioremediasi dipermasalahkan kejaksaan.

"Uang itu masih di kas negara. Negara tidak dirugikan," kata Dedi.

Walaupun demikian, oleh majelis hakim, perusahaan Ricksy dan Herlan tetap diwajibkan membayar uang pengganti kerugian negara yang totalnya sekitar 9,9 juta dollar AS tersebut.

Seharusnya, pada transaksi perdata, jalan keluarnya juga harus diselesaikan secara perdata. Menurut Dedy, harusnya tegur menegur dulu jika penyelesaian yang ada tak bisa mengatasinya, tidak langsung pidana.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Hasto Minta Yusril Konsisten karena Pernah Sebut Putusan MK Soal Syarat Usia Cawapres Picu Kontroversi

Nasional
Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Suami Zaskia Gotik Dicecar soal Penerimaan Dana Rp 500 Juta dalam Sidang Kasus Gereja Kingmi Mile 32

Nasional
Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Tambah Syarat Calon Kepala Daerah yang Ingin Diusung, PDI-P: Tidak Boleh Bohong

Nasional
Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Terima Kunjungan Menlu Wang Yi, Prabowo Bahas Kerja Sama Pendidikan dan Latihan Militer RI-China

Nasional
Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Banyak Pihak jadi Amicus Curiae MK, Pakar Sebut karena Masyarakat Alami Ketidakadilan

Nasional
Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Alasan Hasto soal Jokowi Datang ke Anak Ranting PDI-P Dulu sebelum Bertemu Megawati

Nasional
Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Pendukung Prabowo-Gibran Bakal Gelar Aksi di Depan MK, Hasto: Percayakan Hakim, Jangan Ditekan-tekan

Nasional
Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak 'Online'

Pemerintah Akan Bentuk Satgas untuk Atasi Pornografi Anak "Online"

Nasional
Ketum Projo Nilai 'Amicus Curiae' Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Ketum Projo Nilai "Amicus Curiae" Tak Akan Pengaruhi Putusan Sengketa Pilpres di MK

Nasional
Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Pakar Hukum Tata Negara Sebut Amicus Curiae Bukan Alat Bukti, tapi Bisa jadi Pertimbangan Hakim

Nasional
Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Operasi Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh, Tersangka Terima Upah Rp 10 Juta per Kilogram

Nasional
Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Ramai Unjuk Rasa jelang Putusan MK, Menko Polhukam: Hak Demokrasi

Nasional
Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Dampingi Jokowi Temui Tony Blair, Menpan-RB: Transformasi Digital RI Diapresiasi Global

Nasional
Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Sekjen Gerindra Ungkap Syarat Jadi Menteri di Kabinet Prabowo-Gibran

Nasional
Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Pelaku Penyelundupan Sabu Malaysia-Aceh Sudah Beraksi Lebih dari Satu Kali

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com