Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Politik Anggaran DPR Sulit Berubah

Kompas.com - 30/04/2013, 09:10 WIB
M Fajar Marta

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com- DPR periode mendatang sulit diharapkan memiliki politik anggaran yang berpihak kepada rakyat. Pasalnya, caleg-caleg yang dijagokan parpol pada Pemilu 2014 merupakan petahana-petahana yang telah gagal mendorong postur APBN yang lebih berpihak kepada rakyat.

"Jika incumben-incumben itu terpilih lagi, maka penyusunan anggaran ke depan sulit diharapkan bisa mendorong kesejahteraan. DPR periode saat ini bisa dibilang tidak memiliki politik anggaran yang berpihak kepada masyarakat," kata Koordinator Fitra Uchok Sky Khadafi di Jakarta.

Menurut Uchok, DPR periode sekarang tidak benar-benar mengoreksi APBN yang disusun pemerintah agar posturnya lebih memihak rakyat. "Anggota DPR malah ikut menggarong APBN untuk kepentingan diri dan partainya," katanya.

Seharusnya, dengan wewenang pembahasan anggaran APBN hingga satuan tiga, DPR bisa mendorong alokasi anggaran pembangunan yang lebih besar. Apalagi, anggota DPR lebih tahu kondisi lapangan saat menyerap aspirasi di daerah pemilihannya.

"Nyatanya, itu tidak dilakukan DPR karena yang mereka pikirkan bukanlah rakyat," katanya.

Contoh lainnya, DPR tidak mengoreksi biaya-biaya dinas pemerintah yang sangat besar namun tidak sebanding dengan manfaat yang diperoleh. Alih-alih memiliki politik anggaran yang berpihak, DPR justru juga banyak memboroskan anggaran, semisal untuk studi banding ke luar negeri.

"Biaya studi banding harusnya dibuat at cost, yakni dikeluarkan sesuai yang dihabiskan. Bukannya dalam bentuk lumpsum," kata Uchok.

Uchok juga mengatakan ada potensi caleg yang saat ini menjadi menteri memanfaatkan anggaran kementeriannya untuk kepentingan pemilu. Tercatat ada 10 caleg yang saat ini menjadi menteri.

Mereka adalah EE Mangindaan, Syarifuddin Hasan, Amir Syamsuddin, Jero Wacik, Roy Suryo, Suswono, Tifatul Sembiring, Zulkifli Hasan, Muhaimin Iskandar, dan Helmy Faishal Zaini.

Wakil Ketua Umum PAN Dradjad Wibowo mengatakan, anggaran kurang berpihak kepada rakyat karena rata-rata hanya 10 persen yang digunakan untuk stimulus pembangunan. Sebagian besar anggaran DPR dihabiskan untuk urusan birokrasi di pusat dan daerh, serta untuk membayar utang. Urusan birokrasi antara lain membayar gaji PNS, para pejabat eksekutif, legislatif, yudikatif baik di pusat maupun di daerah.

Kondisi ini sudah berlangsung bertahun-tahun dan cenderung bertambah buruk. Anggaran APBN memang disusun pemerintah. Namun DPR memiliki wewenang untuk mengoreksi dan mengubahnya.

Secara natural, anggaran yang disusun pemerintah memang cenderung mengutamakan birokrasi karena pemerintah harus memastikan mesin birokrasinya bisa berputar. Karena itulah, DPR sebagai wakil rakyat diberikan hak budgeting untuk mengoreksi agar anggaran birokrasi dan anggaran pembangunan seimbang sesuai kebutuhannya.

"Pemerintah tidak persis tahu apa saja kebutuhan masyarakat. Sementara DPR tahu karena mereka berhubungan dengan rakyat. Karena itulah DPR seharusnya mengoreksi dan memberi masukan apa-apa saja yang dibutuhkan rakyat terkait anggaran pembangunan," kata Dradjad.

Dradjad berharap, DPR mendatang memiliki politik anggaran yang lebih berpihak kepada rakyat.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Spesifikasi Rudal Exocet MM40 dan C-802 yang Ditembakkan TNI AL saat Latihan di Bali

Nasional
Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Dubes Palestina Yakin Dukungan Indonesia Tak Berubah Saat Prabowo Dilantik Jadi Presiden

Nasional
Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

Nasional
Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

Nasional
DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

Nasional
Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

Nasional
Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

Nasional
Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

Nasional
Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

Nasional
DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

Nasional
DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

Nasional
Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

Nasional
Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

Nasional
Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

Nasional
Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com