Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Perubahan Jadwal Tahapan Pemilu Untungkan Partai Tertentu

Kompas.com - 28/03/2013, 20:08 WIB
Palupi Annisa Auliani

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Perpanjangan waktu pendaftaran calon anggota legislatif, berdasarkan Peraturan KPU Nomor 6/2013, dinilai menyimpangi peraturan perundangan. Perpanjangan waktu itu pun dinilai hanya menguntungkan partai politik tertentu.

"Peraturan KPU yang ini dikeluarkan semata-mata menguntungkan partai-partai tertentu. Harusnya, peraturan berlaku adil bagi semua partai tanpa diskriminasi," ujar Wakil Ketua Komisi II DPR Arif Wibowo saat dihubungi di Jakarta, Kamis (28/3/2013). KPU menerbitkan Peraturan KPU No 6/2013, menggantikan Peraturan KPU No 7/2012, tentang jadwal tahapan Pemilu 2014. Dalam peraturan yang baru, waktu pendaftaran calon legislatif adalah 9-22 April 2013, dari semula 9-15 April 2013.

Partai yang diuntungkan dengan peraturan baru ini, sebut Arif, bisa jadi adalah partai yang baru belakangan ditetapkan menjadi peserta pemilu atau partai yang sedang bermasalah. Arif pun membantah KPU selalu berkonsultasi dengan DPR sebelum menerbitkan atau mengubah peraturan yang dibuatnya. Padahal, kata dia, seberapa banyak pun perubahan dibuat harus tetap dikonsultasikan ke DPR.

Arif berpendapat, terbitnya Peraturan KPU No 6/2013 ini menjadi preseden bahwa KPU akan melanggar undang-undang. Sementara tugas KPU adalah menjalankan perintah UU itu. "Kewenangan atributif yang diberikan UU kepada KPU bukan tanpa batasan. Kewenangan itu dibatasi UU, etika, dan moral," tegas dia. 

Contoh pelanggaran lain

Kekacauan Peraturan KPU tidak sebatas pada peraturan terkait jadwal tahapan Pemilu 2014. Arif juga mencatat banyak persoalan mendasar yang juga muncul pada Peraturan KPU lain. Sebagai contoh, Arif menyebutkan KPU bahkan sampai memunculkan definisi dan norma hukum baru terkait syarat pencalonan dalam Peraturan KPU No 7/2013. Kamis (28/3/2013), Komisi II DPR memanggil KPU untuk diminta keterangan terkait karut-marut peraturan yang dibuat tersebut.

Salah satu pelanggaran UU yang nyata ada pada Peraturan KPU No 7/2013 adalah syarat keharusan kepala desa mengundurkan diri bila menjadi calon anggota legislatif. Syarat ini diatur dalam Pasal 19 huruf i angka 4 Peraturan KPU No 7 Tahun 2013. Padahal, Pasal 51 Ayat 1 huruf k jo Pasal 51 Ayat 2 huruf h UU 8/2013 tentang pemilu legislatif tidak memasukkan kepala desa sebagai bakal calon legislatif yang harus mundur dari jabatan.

UU Pemilu hanya mewajibkan mundur untuk kepala daerah, wakil kepala daerah, pegawai negeri, anggota TNI dan Polri, serta direksi hingga karyawan BUMN/BUMD yang anggarannya bersumber dari keuangan negara ketika menjadi bakal calon legislatif. Sementara dalam risalah pembahasan UU Pemilu, masalah kepala desa harus mendapatkan kewajiban mundur atau tidak sudah masuk pembahasan dengan hasil rumusan sesuai UU yang diterbitkan. "Ini menunjukkan KPU membuat norma hukum baru yang tidak disyaratkan UU," kecam Arif.

Konsultasi dengan DPR, imbuh Arif, tidak menjamin KPU memiliki kepastian hukum bahwa peraturan yang dibuatnya pasti benar dan tak digugat di peradilan. Namun, tidak melakukan konsultasi adalah pelanggaran UU. "Faktanya KPU sering kali terkesan arogan menerima masukan dari anggota DPR yang bukan pimpinan atas dalih kewenangan atributif," pungkas dia.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik: Geliat Politik Jelang 2014

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Gambarkan Kondisi Terkini Gaza, Dubes Palestina: Hancur Lebur karena Israel

    Nasional
    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Ada Isu Kemensos Digabung KemenPPPA, Khofifah Menolak: Urusan Perempuan-Anak Tidak Sederhana

    Nasional
    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    DPR Disebut Dapat KIP Kuliah, Anggota Komisi X: Itu Hanya Metode Distribusi

    Nasional
    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Komisi II DPR Sebut Penambahan Kementerian Perlu Revisi UU Kementerian Negara

    Nasional
    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Pengamat Dorong Skema Audit BPK Dievaluasi, Cegah Jual Beli Status WTP

    Nasional
    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Maju Nonpartai, Berapa KTP yang Harus Dihimpun Calon Wali Kota dan Bupati Independen?

    Nasional
    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Pengamat: Status WTP Diperjualbelikan karena BPK Minim Pengawasan

    Nasional
    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    DKPP Terima 233 Aduan Pelanggaran Etik Penyelenggara Pemilu hingga Mei

    Nasional
    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    DKPP Keluhkan Anggaran Minim, Aduan Melonjak Jelang Pilkada 2024

    Nasional
    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Jawab Prabowo, Politikus PDI-P: Siapa yang Klaim Bung Karno Milik Satu Partai?

    Nasional
    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Pengamat Sarankan Syarat Pencalonan Gubernur Independen Dipermudah

    Nasional
    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Komnas Haji Minta Masyarakat Tak Mudah Tergiur Tawaran Haji Instan

    Nasional
    Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

    Libur Panjang, Korlantas Catat Peningkatan Arus Lalu Lintas

    Nasional
    DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

    DKPP Terima 233 Pengaduan Pemilu dalam 4 Bulan Terakhir

    Nasional
    Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

    Prabowo: Beri Kami Waktu 4 Tahun untuk Buktikan ke Rakyat yang Tak Pilih Kita

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com