Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Neneng Divonis 6 Tahun Penjara dan Denda Rp300 Juta

Kompas.com - 14/03/2013, 14:05 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta menjatuhkan vonis berupa hukuman enam tahun penjara ditambah denda Rp 300 juta subsider enam bulan kurungan kepada Direktur Keuangan PT Anugerah Nusantara Neneng Sri Wahyuni. Hakim menilai Neneng terbukti melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama dalam pengadaan dan pemasangan pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi pada 2008.

Pembacaan putusan ini berlangsung tanpa kehadiran Neneng di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (14/4/2013). Neneng mengaku sakit sehingga tidak dapat mengikuti persidangan. Adapun majelis hakim yang membacakan putusan ini terdiri dari Tati Hadianti sebagai ketua, serta empat hakim anggota, yakni Made Hendra, Pangeran Napitupulu, Djoko Subagyo, dan Ugo.

“Menyatakan terdakwa Neneng Sri Wahyuni terbukti sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama sebagaimana dalam dakwaan pertama, melanggar Pasal 2 ayat 1 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP,” kata Ketua Majelis Hakim Tati Hadianti.

Selain pidana penjara, Neneng diharuskan membayar uang pengganti sebesar Rp 800 juta yang dapat ditukar dengan hukuman satu tahun penjara. Uang pengganti yang dibebankan kepada Neneng ini senilai dengan keuntungan yang diterimanya dari proyek PLTS. Putusan majelis hakim tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi yang meminta Neneng dihukum tujuh tahun penjara ditambah denda Rp 200 juta subsider enam bulan kurungan.

Menurut majelis hakim, Neneng mengambil peran dalam pengadaan proyek PLTS 2008 ini dengan pola PT Anugerah Nusantara yang meminjam perusahaan lain untuk memenangkan proyek. Neneng pun berperan dalam merancang agar perusahaan pinjaman PT Anugerah, yakni PT Alfindo Nuratama memenangkan tender proyek PLTS 2008.

Istri mantan Bendahara Umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin ini memberikan uang Rp 2 miliar kepada Direktur Administrasi PT Anugerah, Marisi Martondang untuk mengikutsertakan PT Alfindo dalam tender proyek PLTS.

Kemudian, melalui staf pemasarannya, Mindo Rosalina Manulang, PT Anugerah bersekongkol dengan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kemennakertrans Timas Ginting untuk mengubah spesifikasi teknis PT Alfindo. “Menyepakati mengubah spesifikasi teknis agar sesuai sehingga PT Alfindo terpilih,” kata hakim Made.

PT Alfindo lantas mendapatkan proyek PLTS tersebut dengan nilai kontrak Rp 8,9 miliar. Dalam pelaksanaannya, PT Alfindo tidak mengerjakan sendiri proyek PLTS ini. Perusahaan pinjaman itu mengalihkan pekerjaan proyek ke PT Sundaya Indonesia dengan harga di bawah nilai kontrak perusahaan itu dengan Kemennakertrans.

“Nilai kontrak antara Sundaya dengan PT Alfindo sebesar Rp 5,2 miliar,” tambah hakim Made.

Sebelum penandatangannan kontrak dengan PT Sundaya, kata hakim, Neneng mengadakan pertemuan negosiasi teknis pembayaran dengan perusahaan subkontraktor tersebut. Pertemuan yang dipimpin Neneng itu menyepakati pembayaran dari PT Alfindo ke PT Sundaya Indonesia dilakukan melalui sistem termin.

Menguasai Rekening PT Alfindo

Selain berperan dalam negosiasi pembayaran dengan PT Sundaya, Neneng dianggap terbukti sebagai pihak yang menguasai rekening PT Alfindo Nuratama. Setelah perusahaan pinjaman itu memperoleh kontrak Rp 8,9 miliar, Neneng membuka rekening BRI tanpa sepengetahuan Direktur Utama PT Alfindo Arifin Ahmad. Rekening tersebut nantinya digunakan untuk menampung pembayaran dari Kemennakertrans.

Neneng juga merupakan pihak yang mencairkan cek pembayaran dari Kemennakertrans tersebut. “Saksi dari pihak bank selalu mengkonfirmasi pembayaran cek kepada terdakwa, bukan kepada Arifin. Pencairannya dilakukan terdakwa sendiri, atau saksi lain, dan terdakwa meminta mereka mengaku sebagai karyawan PT Alfindo,” ujar hakim Made.

Perbuatan Neneng ini, dianggap bertentangan dengan prinsip dan etika pengadaan barang dan jasa pemerintah sehingga merugikan keuangan negara. Dalam menjatuhkan putusan, majelis hakim Tipikor mempertimbangkan sejumlah hal yang memberatkan dan meringankan Neneng.

Adapun hal yang memberatkan, perbuatan Neneng dianggap kontraproduktif bagi upaya pemberantasan tindak pidana korupsi. Wanita ini juga pernah mengabaikan panggilan pemeriksaan KPK dengan melarikan diri keluar negeri. “Terdakwa juga tidak menyerahkan diri meskipun tahu masuk daftar pencarian orang,” kata hakim Djoko.

Sementara hal yang meringankan, Neneng belum pernah dihukum dan masih memiliki tanggungan anak kecil. Atas putusan hakim ini, Neneng dan pihak kuasa hukumnya tidak langsung mengajukan tanggapan. Neneng tidak berada dalam ruangan persidangan sementara pengacaranya walk out atau keluar ruang sidang. Tim pengacara Neneng walk out karena tidak setuju dengan keputusan majelis hakim yang tetap pembacakan vonis meskipun tanpa kehadiran Neneng.

Karena ketidakhadiran Neneng dan pengacaranya dalam ruangan persidangan, hakim memerintahkan jaksa KPK mengumumkan putusan ini di papan pengadilan, kantor pemerintahan daerah, atau diberitahukan kepada kuasanya. Hakim pun menganggap Neneng dan tim pengacaranya memutuskan untuk pikir-pikir terlebih dahulu apakah akan mengajukan banding atau tidak.

“Karena terdakwa tidak hadir maka pikir-pikir tujuh hari setelah terdakwa menerima isi putusan tersebut. Jadi harus dicatat tanda terima terdakwa dan kalau tidak ada, artinya menerima isi putusan,” kata hakim Tati.

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Neneng dan Dugaan Korupsi PLTS

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    Nasional
    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Nasional
    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Nasional
    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Nasional
    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    Nasional
    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Nasional
    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Nasional
    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Nasional
    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    Nasional
    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Nasional
    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Nasional
    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com