Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anas Melihat Rangkaian Upaya Menjadikannya Tersangka

Kompas.com - 23/02/2013, 15:19 WIB
Sandro Gatra

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Anas Urbaningrum secara tersirat menuding penetapannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan fasilitas olahraga Hambalang sebagai rangkaian upaya sistematis dari pihak-pihak yang tidak menyukainya.

"Sejak awal saya meyakini bahwa saya tidak akan punya status hukum di KPK. Mengapa? Karena saya yakin KPK bekerja independen, mandiri, dan profesional. Karena saya yakin KPK tidak bisa ditekan opini dan hal-hal lain di luar opini, termasuk tekanan dari kekuatan-kekuatan sebesar apa pun itu," ujar Anas di kantor DPP Partai Demokrat, Sabtu (23/2/2013).

Sampai saat ini, Anas masih berkeyakinan tidak terlibat dalam kasus tersebut. Namun, ia merasa ada rangkaian yang saling berkait yang didorong kekuatan tertentu untuk menjadikannya tersangka.

Ia baru mulai berpikir akan menjadi tersangka ketika ada semacam desakan agar KPK segera memperjelas status hukumnya, kalau benar katakan benar kalau salah katakan salah.

"Setelah saya dipersilakan untuk lebih fokus berkonsentrasi menghadapi masalah hukum di KPK, ketika saya dipersilakan untuk lebih fokus menghadapi masalah hukum di KPK, berarti saya sudah divonis saya punya status hukum, yaitu tersangka," ujar Anas.

Keyakinan Anas akan adanya rangkaian tersebut lebih kuat setelah mengetahuai bahwa beberapa petinggi di Partai Demokrat yakin betul minggu ini Anas menjadi tersangka.

"Rangkaian ini pasti pasti tidak bisa dipisahkan dari apa yang disebut sprindik. Ini satu rangkaian yang pasti tidak bisa dipisahkan. Itu satu peristiwa rangkaian yg utuh, terkait, dan erat. Itulah rangkaian kejadian dan tidak butuh pencermatan yang terlalu canggih untuk mengetahui rangkaian itu. Bahkan, masyarakat umum pun dengan mudah membaca dan mencermati itu," ujar Anas.

Anas bahkan menyebut bahwa rangkaian tersebut sudah ada sejak ia terpilih menjadi ketua umum dalam Kongres Partai Demokrat di Bandung tahun 2010.

"Kalau mau ditarik agak jauh ke belakang, ini sesungguhnya terkait dengan kongres Partai Demokrat. Saya tidak akan cerita panjang. Tapi inti dari kongres itu, ibarat bayi lahir, anas adalah bayi yang lahir tidak diharapkan," ujarnya.

Namun, Anas enggan menjelaskan bagaimana rangkaian itu pada mulanya. Ia hanya mengatakan belum akan menyampaikan secara rinci, tetapi hanya memastikan ada rangkaian yang jelas.

Anas terpilih sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat dalam Kongres ke II di Bandung, Jawa Barat, pada 20-23 Mei 2010. Ketika itu, ada tiga kandidat ketua umum, yakni Anas, Andi Mallarangeng, dan Marzuki Alie.

Dalam pemungutan suara putaran pertama, Anas unggul dengan 236 suara. Adapun Marzuki mendapat 209 suara dan Andi sebanyak 82 suara. Lantaran tidak ada kandidat yang memperoleh suara lebih dari 50 persen, pemungutan suara putara kedua dilakukan.

Pada putaran kedua, mantan Ketua Umum PB HMI itu unggul dengan perolehan 280 suara. Adapun Marzuki memperoleh 248 suara dan dua suara dinyatakan tidak sah.

Dorongan agar Anas mundur dari kalangan internal Partai Demokrat sudah lama disuarakan berbagai pihak setelah terseret dalam kasus dugaan korupsi Hambalang yang menyeret mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin.

Baca juga:
Demokrat Akan Jadi Partai Santun atau Sadis?
Anas Yakin Tak Terlibat dalam Korupsi Hambalang
Anas: Ketika Diminta Fokus, Saya Sudah Divonis
Anas Mundur sebagai Ketua Umum Partai Demokrat
Anas: Loyalitas Bagian yang Indah dan Menyegarkan

Berita terkait dapat diikuti dalam topik:
Skandal Proyek Hambalang

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

    Nasional
    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

    Nasional
    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Nasional
    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Nasional
    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Nasional
    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Nasional
    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Nasional
    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Nasional
    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Nasional
    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    Nasional
    Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

    Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

    Nasional
    Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

    Sebelum Wafat, Jampidum Kejagung Sempat Dirawat di RSCM 2 Bulan

    Nasional
    Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

    Jampidum Kejagung Fadil Zumhana Meninggal Dunia

    Nasional
    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

    Prabowo Minta Pemerintahannya Tak Diganggu, PKS: Kontrol Terhadap Pemerintah Wajib

    Nasional
    Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

    Istri di Minahasa Dibunuh karena Mengigau, Komnas Perempuan Sebut Fenomena Femisida

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com