Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menimbang Partai Agama

Kompas.com - 20/02/2013, 08:26 WIB
Oleh Komaruddin Hidayat

Dalam persepsi masyarakat, di Indonesia terdapat beberapa partai politik yang mempunyai semangat dan agenda keislaman, yaitu Partai Persatuan Pembangunan, Partai Keadilan Sejahtera, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Amanat Nasional. Sekalipun mengatakan dirinya sebagai partai terbuka, dalam persepsi masyarakat mereka tetap dipandang sebagai partai agama (Islam).

Karena mengedepankan simbol, slogan, dan emosi keagamaan, umat Islam akan mudah bersimpati dengan alasan keagamaan. Meskipun demikian, identitas dan afiliasi keagamaan ini juga menjadi beban dan senjata makan tuan ketika elite pengurusnya dianggap melanggar dan melecehkan ajaran agama. Karena itu, ketika partai agama, departemen agama, atau ormas agama dinyatakan korup, masyarakat akan menghujat dan marah dua kali lipat daripada ketika korupsi itu dilakukan aktor lain yang tidak mengusung simbol-simbol agama.

Masyarakat Indonesia dikenal memiliki semangat beragama tinggi sehingga sangat logis kalau di sini bermunculan parpol yang memiliki agenda keagamaan. Bukankah perjuangan menegakkan nilai-nilai agama perlu kekuasaan dan panggung politik? Dalam negara Pancasila yang berketuhanan dan menjunjung tinggi demokrasi, apa salahnya mendirikan parpol agama? Argumen logis ini ternyata tidak mulus ketika diimplementasikan dalam realitas politik yang serba gaduh (noisy), sarat dengan kompetisi dan intrik yang menyeret pada wilayah abu-abu. Batas yang tidak lagi jelas antara benar dan salah, antara halal dan haram, mengingat permainan politik mudah tergelincir pada pertarungan kekuasaan dan kemenangan dengan mengalahkan prinsip etika dan nurani.

Pada tahun 1970-an, almarhum Cak Nur (Nurcholish Madjid) pernah melontarkan gagasan ”Islam-Yes, Partai Islam-No?” berangkat dari hasil bacaan sosialnya bahwa waktu itu partai Islam yang ada berpretensi dan mengklaim dirinya sebagai satu-satunya wadah bagi penyaluran aspirasi politik umat Islam. Umat Islam mesti memilih partai Islam. Kalau tidak, komitmen keislamannya dipertanyakan. Sementara Cak Nur melihat bahwa mayoritas penduduk Indonesia itu Muslim dan tidak realistis hanya terwadahi dalam satu partai agama.

Lebih dari itu, dia juga melihat banyak orang Islam yang memiliki komitmen keislaman tinggi, integritas baik, tetapi lebih merasa nyaman berada di luar partai Islam. Agar rumah dan kendaraan politik umat Islam lebih banyak pilihan dan wajah Islam lebih inklusif, Cak Nur melontarkan gagasan di atas, ”Islam-Yes, Partai Islam-No?”

Dukungan merosot

Lontaran pemikiran Cak Nur yang waktu itu mendapatkan kritik dan kecaman dari ulama dan politisi Muslim, dengan berjalannya waktu, gagasan tersebut memperoleh pembenaran. Beberapa parpol yang jelas-jelas mengandalkan dukungan suara umat Islam menyatakan dirinya sebagai partai terbuka. Hasil survei menunjukkan bahwa parpol yang mengusung simbol dan sentimen keagamaan suaranya semakin mengecil. Fenomena ini juga terjadi pada majalah dan surat kabar yang secara eksplisit menyebut dirinya sebagai media Islam. Apakah merosotnya dukungan partai keagamaan juga menunjukkan merosotnya gairah keagamaan masyarakat? Saya yakin tidak ada korelasi positif antara keduanya.

Kekalahan partai agama (Islam) dalam panggung politik nasional setidaknya mengindikasikan tiga hal yang perlu dikaji lebih lanjut. Pertama, dalam masyarakat Indonesia yang demikian plural dan negara menjamin kebebasan hidup beragama, mungkin saja yang lebih tepat adalah partai terbuka, inklusif, tanpa harus membatasi dirinya secara eksklusif berdasarkan ideologi agama mengingat masyarakatnya sudah religius.

Kedua, suka atau tidak suka, sekularisasi sistem politik di Indonesia semakin menguat, yaitu politik yang berdasarkan argumentasi dan wacana rasional berdasarkan konstitusi sebagai negara kebangsaan, bukannya negara agama. Ruang publik diatur konstitusi dan undang-undang negara, bukan institusi agama. Agama tumbuh dan bergerak pada wilayah individu dan masyarakat yang diwadahi oleh ormas, tetapi tidak mengatur negara.

Ketiga, partai keagamaan selama ini tidak mampu menampilkan kader-kader dan sosok negarawan dengan visi dan programnya yang unggul dan terbukti mampu menyelesaikan tantangan besar bangsa serta dirasakan langsung oleh rakyat banyak.

Kaji kembali eksistensi dan format

Ketiga sinyalemen di atas mendorong kita berpikir ulang untuk menimbang eksistensi dan format parpol yang berciri keagamaan yang secara sadar ingin mencari dukungan massa dengan membangkitkan emosi agama. Di negara mana pun, parpol pasti mencari dukungan massa, dan di Indonesia tokoh dan emosi agama masih dianggap efektif sebagai medium mobilisasi. Namun, perlu diingat, kejatuhan parpol agama akan membawa dampak bagi jatuhnya citra agama dan membuat umat kecewa dan marah terhadap parpol yang dinilai telah mengeksploitasi agama untuk kepentingan kekuasaan. Lebih dari itu, jika parpol agama kehilangan simpati rakyat, secara tidak langsung telah memperteguh proses sekularisasi sistem politik di Indonesia.

Pengalaman dan cerita sukses partai AKP di Turki cukup menarik dikaji. AKP secara formal adalah partai sekuler, tidak menonjolkan simbol-simbol agama, tetapi masyarakat dan politisi Turki paham betul bahwa AKP sangat agamis, baik tokohnya maupun program-programnya. Islam lebih ditonjolkan pada nilai-nilai substansi dan fungsinya untuk melayani masyarakat dan memajukan bangsa, yang hasil dan prestasinya sangat nyata sehingga mengalahkan parpol sekuler yang anti-agama.

Di luar lembaga kepartaian, wadah untuk memperjuangkan agama di Indonesia sangat terbuka lebar dan kemajuannya sangat impresif. Keberadaan dan kemajuan Muhammadiyah dan Nahdlatul Ulama, sekadar contoh, merupakan ormas keagamaan yang sangat kuat akar historisnya dan juga pengaruh politiknya. Islam dan perjuangan politik tidak dapat dipisahkan. Namun, format, eksistensi, dan karakter parpol yang berciri agama menarik dikaji kembali.

KOMARUDDIN HIDAYAT Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

    Polisi Tangkap Satu Terduga Teroris Pendukung ISIS dalam Penggerebekan di Karawang

    Nasional
    BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

    BPIP: Kristianie Paskibraka Terbaik Maluku Dicoret karena Tak Lolos Syarat Kesehatan

    Nasional
    Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

    Sekjen Tegaskan Anies Tetap Harus Ikuti Aturan Main meski Didukung PKB Jakarta Jadi Cagub

    Nasional
    PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

    PKB Tak Resisten Jika Anies dan Kaesang Bersatu di Pilkada Jakarta

    Nasional
    Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

    Ditanya Soal Berpasangan dengan Kaesang, Anies: Lebih Penting Bahas Kampung Bayam

    Nasional
    Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

    Ashabul Kahfi dan Arteria Dahlan Lakukan Klarifikasi Terkait Isu Penangkapan oleh Askar Saudi

    Nasional
    Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

    Timwas Haji DPR Ingin Imigrasi Perketat Pengawasan untuk Cegah Visa Haji Ilegal

    Nasional
    Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

    Selain Faktor Kemanusian, Fahira Idris Sebut Pancasila Jadi Dasar Dukungan Indonesia untuk Palestina

    Nasional
    Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

    Kritik Pengalihan Tambahan Kuota Haji Reguler ke ONH Plus, Timwas Haji DPR: Apa Dasar Hukumnya?

    Nasional
    Pelaku Judi 'Online' Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

    Pelaku Judi "Online" Dinilai Bisa Aji Mumpung jika Dapat Bansos

    Nasional
    Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

    Kemenag: Pemberangkatan Selesai, 553 Kloter Jemaah Haji Indonesia Tiba di Arafah

    Nasional
    Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya 'Gimmick' PSI, Risikonya Besar

    Pengamat Sebut Wacana Anies-Kaesang Hanya "Gimmick" PSI, Risikonya Besar

    Nasional
    Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

    Jelang Idul Adha 2024, Pertamina Patra Niaga Sigap Tambah Solar dan LPG 3 Kg

    Nasional
    Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

    Hindari Sanksi Berat dari Pemerintah Arab Saudi, Komisi VIII Minta Jemaah Haji Nonvisa Haji Segera Pulang

    Nasional
    LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

    LIVE STREAMING: Jemaah Haji Indonesia Mulai Prosesi Wukuf di Arafah Hari Ini

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com