Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

JK: Presiden Tidak Boleh Lebih Pentingkan Parpol

Kompas.com - 09/02/2013, 14:47 WIB
Aditya Revianur

Penulis

DEPOK, KOMPAS.com — Mantan Wakil Presiden Republik Indonesia, Jusuf Kalla, menilai seorang pemimpin negara memiliki batas dalam mengurusi partai politik. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, lanjut Kalla, harus memberikan contoh kepada bawahannya bahwa menjadi pelayan publik berarti loyalitas parpol harus ditanggalkan.

"Ada adagium bahwa jika sudah memimpin negara, maka loyalitas partainya harus berakhir. Jika masih memimpin negara, maka dia tidak boleh mementingkan partai daripada negara," kata Kalla di Universitas Indonesia, Depok, Sabtu (9/2/2013). Kalla menambahkan, adagium tersebut adalah untuk menghindari polemik yang timbul di publik jika Presiden lebih mementingkan partai.

Bila timbul polemik publik, maka hal itu menurutnya akan membuat jalan pemerintahan menjadi tidak sehat. Perhatian pada rakyat tetap harus jadi prioritas utama. "Biasanya dulu waktu zaman kami, ada kesepakatan kalau urusan parpol boleh diurus malam-malam saja. Kalau siang tidak boleh urus partai, apalagi siang dan malam," tutur mantan Wakil Presiden pada periode pertama SBY menjadi Presiden ini.

Namun, Kalla meyakini Presiden SBY dapat membagi tugas. Pasalnya, Presiden telah mengetahui peraturan yang melarang pemimpin negara lebih aktif di dunia parpolnya. Belum lagi, Presiden SBY juga yang pernah melarang menteri di kabinetnya aktif mengurus partai politik. "Beliau kan sudah memberi peringatan kepada Menteri (untuk tidak aktif di parpolnya). Beliau akan (menjadi) yang pertama taat (pada larangan itu)," ujar Kalla.

Seperti diberitakan, Presiden SBY terlihat lebih mengurusi Partai Demokrat daripada persoalan rakyat, setidaknya sepekan terakhir. Bahkan dari luar negeri, konferensi pers pun digelar dengan porsi besar untuk partainya. Belum lagi dari depan Kabah, pesan singkat yang dikirimkan Presiden ke Tanah Air juga ditujukan kepada para petinggi partainya.

Puncaknya, Jumat (8/2/2013), SBY sebagai Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat memutuskan mengambil alih kendali penataan dan konsolidasi partai itu. Seluruh jajaran partai bertanggung jawab langsung kepada Majelis Tinggi. Anas Urbaningrum—meski tidak dicopot dari kursi Ketua Umum dan Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat— diminta untuk fokus pada dugaan keterlibatannya dalam kasus di KPK.

Berita terkait dapat dibaca dalam topik Demokrat "Terjun" Bebas

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

    Hakim MK Singgung Timnas di Sidang Pileg: Kalau Semangat Kayak Gini, Kita Enggak Kalah 2-1

    Nasional
    Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

    Caleg PDI-P Hadiri Sidang Sengketa Pileg secara Daring karena Bandara Sam Ratulangi Ditutup

    Nasional
    Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

    Ketum PGI: 17 Kali Jokowi ke Papua, tapi Hanya Bertemu Pihak Pro Jakarta

    Nasional
    Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

    Kasus Brigadir RAT, Beda Keterangan Keluarga dan Polisi, Atasan Harus Diperiksa

    Nasional
    KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

    KPK Ancam Pidana Pihak yang Halangi Penyidikan Gus Muhdlor

    Nasional
    195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

    195.917 Visa Jemaah Haji Indonesia Sudah Terbit

    Nasional
    Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

    Sukseskan Perhelatan 10th World Water Forum, BNPT Adakan Asesmen dan Sosialisasi Perlindungan Objek Vital di Bali

    Nasional
    Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

    Penyidik KPK Enggan Terima Surat Ketidakhadiran Gus Muhdlor

    Nasional
    Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

    Di Puncak Hari Air Dunia Ke-32, Menteri Basuki Ajak Semua Pihak Tingkatkan Kemampuan Pengelolaan Air

    Nasional
    Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

    Ketum PGI Tagih Janji SBY dan Jokowi untuk Selesaikan Masalah Papua

    Nasional
    Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

    Gus Muhdlor Kirim Surat Absen Pemeriksaan KPK, tetapi Tak Ada Alasan Ketidakhadiran

    Nasional
    PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

    PPP Minta MK Beri Kebijakan Khusus agar Masuk DPR meski Tak Lolos Ambang Batas 4 Persen

    Nasional
    Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

    Sidang Sengketa Pileg Kalteng Berlangsung Kilat, Pemohon Dianggap Tak Serius

    Nasional
    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Pemerintahan Baru dan Tantangan Transformasi Intelijen Negara

    Nasional
    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, 'Push Up'

    Tegur Pemohon Telat Datang Sidang, Hakim Saldi: Kalau Terlambat Terus, "Push Up"

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com