Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Vonis Angelina Sondakh Lebih Ringan daripada Tuntutan?

Kompas.com - 10/01/2013, 16:13 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memilih untuk membuktikan dakwaan ketiga dalam memutus perkara dugaan penerimaan suap pengurusan anggaran di Kementerian Pemuda dan Olahraga serta Kementerian Pendidikan Nasional dengan terdakwa Angelina Sondakh. Dakwaan ketiga Angelina memuat Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Ancaman hukumannya, hanya lima tahun penjara.

"Majelis hakim menilai yang paling tepat untuk dibuktikan adalah dakwaan ketiga," kata salah satu anggota majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis (10/1/2013).

Untuk diketahui, karena dakwaan disusun secara alternatif, majelis hakim diperbolehkan memilih salah satu dakwaan yang dianggap paling tepat untuk dibuktikan. Dakwaan pertama memuat Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP. Kedua, Pasal 5 Ayat 2 juncto Pasal 5 Ayat 1 Huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 KUHP. Ketiga, Pasal 11 juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP.

Dari tiga dakwaan itu, dakwaan pertama lah yang memuat ancaman hukuman paling berat. Dakwaan pertama inilah yang digunakan jaksa KPK dalam menuntut Angie 12 tahun penjara. Menurut jaksa, Angie terbukti melakukan tindak pidana korupsi sesuai dengan dakwaan pertama, Pasal 12 huruf a juncto Pasal 18 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 64 Ayat 1 KUHP, yang memuat ancaman hukuman penjara maksimal 20 tahun. Oleh karena itulah, jaksa mematok angka 12 tahun penjara dalam menuntut Angie.

Namun, hakim rupanya menilai dakwaan ketiga yang paling tepat untuk dibuktikan dalam memutus perkara Angelina ini. Kemungkinan besar, vonis Angie akan lebih ringan dari tuntutan jaksa.

Hingga berita ini diturunkan, pembacaan vonis masih berlangsung. Tebal halaman putusan mencapai 400 lembar.

Dalam persidangan sebelumnya, tim jaksa KPK menuntut Angelina dihukum 12 tahun penjara ditambah denda Rp 500 juta subsider enam bulan kurungan kepada Angelina. Dia juga dituntut pidana tambahan dengan mengembalikan kerugian negara senilai uang yang dikorupsinya. Menurut jaksa, selaku anggota Badan Anggaran Dewan Perwakilan Rakyat sekaligus anggota Komisi X DPR, Angie terbukti menerima suap senilai total Rp 12,58 miliar dan 2.350.000 dollar AS dari Grup Permai secara bertahap. Uang tersebut merupakan imbalan karena Angie telah mengusahakan agar anggaran proyek perguruan tinggi di Kemendikas dan wisma atlet di Kemenpora dapat disesuaikan dengan permintaan Grup Permai.

Berita terkait kasus Angie dapat diikuti dalam topik:
Dugaan Suap Angelina Sondakh

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 14 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Soal Prabowo Tak Ingin Diganggu Pemerintahannya, Zulhas: Beliau Prioritaskan Bangsa

    Nasional
    Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

    Kemendesa PDTT Apresiasi Konsistensi Pertamina Dukung Percepatan Pertumbuhan Ekonomi Masyarakat Wilayah Transmigrasi

    Nasional
    Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

    Pospek Kinerja Membaik, Bank Mandiri Raih Peringkat AAA dengan Outlook Stabil dari Fitch Ratings

    Nasional
    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem 'Mualaf Oposisi'

    Refly Harun Anggap PKB dan Nasdem "Mualaf Oposisi"

    Nasional
    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi 'King Maker'

    Berharap Anies Tak Maju Pilkada, Refly Harun: Levelnya Harus Naik, Jadi "King Maker"

    Nasional
    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Perkara Besar di Masa Jampidum Fadil Zumhana, Kasus Sambo dan Panji Gumilang

    Nasional
    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Refly Harun: Anies Tak Punya Kontrol Terhadap Parpol di Koalisi Perubahan

    Nasional
    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Verifikasi Bukti Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai, Warga Akan Didatangi Satu-satu

    Nasional
    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Indonesia Dorong Pemberian Hak Istimewa ke Palestina di Sidang PBB

    Nasional
    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Beban Melonjak, KPU Libatkan PPK dan PPS Verifikasi Dukungan Calon Kepala Daerah Nonpartai

    Nasional
    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Peran Kritis Bea Cukai dalam Mendukung Kesejahteraan Ekonomi Negara

    Nasional
    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Refly Harun Ungkap Bendera Nasdem Hampir Diturunkan Relawan Amin Setelah Paloh Ucapkan Selamat ke Prabowo

    Nasional
    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    UU Pilkada Tak Izinkan Eks Gubernur Jadi Cawagub, Wacana Duet Anies-Ahok Buyar

    Nasional
    Jemaah Haji Tak Punya 'Smart Card' Terancam Deportasi dan Denda

    Jemaah Haji Tak Punya "Smart Card" Terancam Deportasi dan Denda

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com