Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hartati: Ini Air Susu Dibalas Air Tuba

Kompas.com - 07/01/2013, 21:12 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Direktur Utama PT Hardaya Inti Plantation Hartati Murdaya Poo berharap jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menuntutnya dengan hukuman yang berat. Hartati yang merupakan terdakwa kasus dugaan penyuapan ke Bupati Buol, Amran Batalipu itu pun meminta agar tidak dikriminalisasi.

Hal ini disampaikan Hartati saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan yang berlangsung di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (7/1/2013). "Usia saya sudah 67 tahun, waktu produktif saya sudah tidak banyak lagi. Saya ingin bekerja demi menghidupi 55 ribu orang karyawan. Selama empat bulan ditahan, saya banyak hambatan. Saya mohon tuntutannya tidak banyak-banyak," kata Hartati kepada majelis hakim Tipikor.

Selain meminta dituntut ringan, Hartati mengaku menyesal telah berinvestasi di Buol sehingga berujung pada kasus penyuapan ini. Menurut Hartati, pemerintah telah merugikannya karena menerbitkan Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN Nomor 2 tahun 1999 yang membatasi kepemilikan lahan suatu korporasi. Berdasarkan aturan itu, suatu korporasi hanya dapat memiliki lahan seluas maksimal 20 ribu hektar.

"Saya menyesal. Ini seperti air susu dibalas air tuba. Pemerintah yang berjanji memberikan lahan, tapi pemerintah tidak konsisten dengan aturannya. Nasib saya di sini karena inkonsistensi aturan pemerintah," ujarnya.

Hartati juga tidak mengakui penyuapan yang dituduhkan kepada dirinya. Menurut Hartati, PT HIP memberikan uang ke Bupati Buol Amran Batalipu tanpa sepengetahuan dirinya. Adalah Direktur PT HIP Totok Lestiyo yang dituding Hartati sebagai otak pemberian uang Rp 3 miliar ke Amran tersebut.

"Totok memerintahkan kepada Arim untuk menyerahkan uang kepada Amran untuk bantuan Pilkada. Itu tidak ada izin dan pengetahuan dari saya. Karena itu Totok sudah diberhentikan secara permanen dari perusahaan dan saya sudah laporkan Totok ke Polisi atas penggelapan dan pencemaran nama baik," ungkap Hartati.

Mengenai rekaman pembicaraan antara Hartati dan Amran yang mengungkapkan adanya janji pemberian dana, mantan anggota dewan pembina Partai Demokrat itu berdalih kalau pembicaraan tersebut hanyalah sandiwara. Menurut Hartati, dirinya justru menolak permintaan uang Rp 4 miliar yang diajukan Amran. Hartati mengaku menolak secara halus dengan berpura-pura akan memberikan uang jika Amran bersedia barter dengan mengurus perizinan lahan PT HIP dan PT Cipta Cakra Murdaya (PT CCM). Dia bahkan mengaku sebenarnya tidak memerlukan surat-surat izin tersebut.

"Saya lawan sandiwara Amran dengan sandiwara juga. Saya buat apa yang saya minta seperti serius. Saya minta dia menyelesaikan perizinan lahan selama satu minggu. Tapi saya tahu Amran tidak punya kewenangan untuk membuat surat-surat itu. Lagipula saya tidak membutuhkan surat itu, karena lahan itu masih sah milik saya," kata Hartati.

"Semua itu adalah "etok-etokan" (pura-pura), semua sandiwara itu terlihat serius, tujuannya agar Amran tidak curiga. Dengan cara itu diharapkan Amran tidak sakit hati dan tidak mengganggu perkebunan sawit lagi," ujarnya lagi.

Dalam persidangan sebelumnya, tim jaksa KPK memutar rekaman pembicaraan antara Hartati dan Amran yang dijadikan salah satu bukti untuk menjerat pengusaha wanita Indonesia itu. Rekaman itu pada intinya menunjukkan ada janji pemberian dana yang disampaikan Hartati kepada Amran. Hartati juga terdengar meminta Amran mengurus penerbitan izin-izin terkait sisa lahan seluas 75.000 hektar atas nama PT CCM.

Isi rekaman ini pun diakui Amran saat bersaksi dalam persidangan. Politikus Partai Golkar itu mengaku dijanjikan "dua kilo" yang artinya dua miliar rupiah terkait kepengurusan izin-izin tersebut.

Berita terkait kasus ini dapat diikuti dalam topik:
Hartati dan Dugaan Suap Bupati Buol

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

    Kemenag Sepakat Proses Hukum Penggerudukan Ibadah di Indekos Dilanjutkan

    Nasional
    Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

    Soal Komposisi Pansel Capim KPK, Pukat UGM: Realitanya Presiden Amankan Kepentingan Justru Mulai dari Panselnya

    Nasional
    PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

    PAN Lempar Kode Minta Jatah Menteri Lebih ke Prabowo, Siapkan Eko Patrio hingga Yandri Susanto

    Nasional
    Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

    Kaitkan Ide Penambahan Kementerian dengan Bangun Koalisi Besar, BRIN: Mengajak Pasti Ada Bonusnya

    Nasional
    Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

    Membedah Usulan Penambahan Kementerian dari Kajian APTHN-HAN, Ada 2 Opsi

    Nasional
    Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

    Zulhas: Indonesia Negara Besar, Kalau Perlu Kementerian Diperbanyak

    Nasional
    Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

    Menag Cek Kesiapan Hotel dan Dapur Jemaah Haji di Madinah

    Nasional
    Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

    Usung Bima Arya atau Desy Ratnasari di Pilkada Jabar, PAN Yakin Ridwan Kamil Maju di Jakarta

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

    [POPULER NASIONAL] Mahfud Singgung soal Kolusi Tanggapi Ide Penambahan Kementerian | Ganjar Disarankan Buat Ormas

    Nasional
    Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

    Zulhas Sebut Kader PAN yang Siap Jadi Menteri, Ada Yandri Susanto dan Eddy Soeparno

    Nasional
    Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

    Prabowo: Bung Karno Milik Seluruh Rakyat, Ada yang Ngaku-ngaku Seolah Milik Satu Partai

    Nasional
    Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

    Jelang Munas Golkar, Soksi Nyatakan Dukung Airlangga Jadi Ketum Lagi

    Nasional
    Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

    Prabowo: Kalau Tak Mau Kerja Sama, Jangan Ganggu, Kami Mau Kerja...

    Nasional
    PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

    PAN Doa Dapat Banyak Jatah Menteri, Prabowo: Masuk Itu Barang

    Nasional
    KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

    KPK Cegah Pengusaha Muhaimin Syarif ke Luar Negeri Terkait Kasus Gubernur Malut

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com