Penetapan Novel sebagai tersangka semakin memperkeruh hubungan KPK dengan kepolisian. Malam itu, saat pengepungan, KPK mendapat dukungan sejumlah lapisan masyarakat. Para aktivis antikorupsi, akademisi, mahasiswa, dan anggota DPR mendatangi Gedung KPK untuk melihat situasi yang sebenarnya sekaligus memberikan dukungan mereka kepada KPK. Hadir pula pada malam itu Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Denny Indrayana.
Selang beberapa jam kemudian, Kepala Polri Jenderal Pol Timur Pradopo menarik mundur anak buahnya dari Gedung KPK. Hal itu dilakukan Timur setelah ada instruksi dari Menkopolhukam Djoko Suyanto. Timur sendiri mengaku tidak tahu kalau anak buahnya menggeruduk Gedung KPK untuk menangkap Novel.
Diatasi Presiden
Perseturuan KPK dengan kepolisian membuat Presien Susilo Bambang Yudhoyono turun tangan. Pada 8 Oktober lalu, Yudhoyono menegaskan, penanganan kasus simulator SIM dengan tersangka Djoko dan kawan-kawan sepenuhnya menjadi kewenangan KPK.
Presiden juga menyatakan, penetapan Novel sebagai tersangka tidak tepat waktu dan caranya. Mengenai penarikan penyidik, Yudhoyono memerintahkan disusun peraturan pemerintah yang baru yang mengatur hal tersebut. Ke depannya, menurut Yudhoyono, penarikan penyidik hanya dapat dilakukan atas persetujuan pimpinan KPK.
Krisis Penyidik
Sejak memulai penyidikan kasus simulator SIM, KPK disibukkan dengan penarikan penyidiknya yang berasal dari Polri secara besar-besaran. September lalu, Polri tidak memperpanjang masa tugas 20 penyidiknya di KPK dengan alasan pengembangan karier. Penarikan 20 penyidik ini kemudian disiasati KPK dengan merekrut penyidiknya sendiri.
Sejumlah penyelidik ikut dalam seleksi hingga terpilihlah 30 penyelidik yang kemudian akan dilatih sebagai penyidik. Kini, para penyidik baru dari internal KPK itu sudah siap bertugas. KPK juga membuka kesempatan alih status bagi penyidik yang ingin menjadi pegawai tetap di lembaga antikorupsi itu.
Selang tiga bulan kemudian, seusai KPK menahan Djoko di rutan militer Guntur, Polri kembali menarik 13 penyidiknya. Bahkan, penyidik yang telah memilih menjadi pegawai tetap di KPK juga ikut ditarik. Menurut Bambang, penarikan itu membuat sekitar 30 persen tenaga penyidik berkurang. Kecepatan KPK dalam menangani suatu kasus pun menjadi berkurang akibat krisis penyidik ini.
Tidak sampai di situ, penarikan penyidik diikuti aksi mundur teratur. Enam orang penyidik kepolisian mengundurkan diri dari KPK dengan alasan ingin mengembangkan karier mereka di institusi asal. Menyusul kemudian, ajudan Abraham Samad, Iptu Joyo Mulyo, dan dua penyidik lainnya pada pertengahan Desember ini. Dua penyidik itu habis masa tugasnya di KPK pada Februari 2013.
Menurut Bambang, KPK akan kehabisan penyidik dari kepolisian pada Maret 2013 jika penarikan ini terus berlanjut. Jumlah penyidik kepolisian yang ada di KPK saat ini tinggal 50 orang. Ini sudah berkurang 31 orang dibandingkan tahun lalu. "Akhir 2012 ini sekarang tinggal 52. Anda bisa bayangkan, dari 83 di tahun 2011 menjadi 52, berarti ada sekitar 31 penyidik yang sudah kembali. Artinya lebih dari 30 persen," katanya.
Sementara kasus yang ditangani KPK di tengah penarikan penyidik ini terbilang cukup banyak. Bambang mengatakan, ada 34 kasus yang sedang berjalan di KPK. Sebagiannya merupakan kasus besar, seperti Hambalang dan Century.
Anggaran Gedung Baru KPK
Sejak 2008, KPK mengajukan anggaran untuk pembangunan gedung baru. Adapun gedung yang ada saat ini dianggap tidak lagi memungkinkan untuk menampung pegawai KPK yang terus bertambah. Belum lagi kebutuhan KPK untuk membangun rumah tahanan sendiri yang menyatu dengan gedung.
Sayangnya, pengajuan anggaran gedung baru itu tidak berjalan mulus. Tiga tahun berturut-turut, DPR menolak alokasi anggaran gedung baru yang diajukan KPK. Sikap DPR yang tak kunjung menyetujui alokasi anggaran pembangunan gedung baru KPK ini pun menuai perlawanan masyarakat.