Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Pasukan Semut Rangrang Sambangi KPK

Kompas.com - 04/10/2012, 17:35 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Dengan berpakaian serba hitam, mereka mendatangi gedung Komisi Pemberantasan Korupsi, Kamis (4/10/2012) sidang ini. Tampak poster dan spanduk bertuliskan "Save KPK, Save Indonesia" mereka usung dan bentangkan di halaman gedung KPK, Kuningan, Jakarta.

Mereka, seratusan orang yang tergabung dalam kelompok #SaveKPK dan #Bersihkan Polri, menyambangi gedung KPK untuk menyampaikan dukungannya agar KPK menuntaskan penanganan kasus dugaan korupsi proyek simulator ujian surat izin mengemudi (SIM). Kasus tersebut diduga melibatkan dua jenderal Kepolisian, yakni Inspektur Jenderal Polisi Djoko Susilo dan Brigadir Jenderal Polisi Didik Purnomo.

Kelompok #SaveKPK dan #Bersihkan Polri itu terdiri dari seniman, aktivisi antikorupsi, akademisi, mahasiswa, dan tokoh lintas agama. Mereka menamakan diri sebagai pasukan semut rangrang. "Pasukan semut rangrang ini elemen-elemen manusia yang otentik. Manusia fitrah yang menjaga fitrahnya. Ada dosen, mahasiswa, budayawan, orang kantor yang rela meninggalkan pekerjaannya untuk datang ke sini," kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas saat menyambut kedatangan pendukung KPK itu.

Busyro dan Ketua KPK Abraham Samad mengapresiasi dukungan masyarakat yang mengalir terus ke KPK. Menurut Abraham, KPK tidak membutuhkan political will dari para politikus melainkan butuh dukungan masyarakat. "Dan terimakasih atas dukungan kalian sehingga KPK bisa kuat sampai detik ini. KPK akan terus menghadapi para koruptor meskipun jenderal sekalipun," ucap Abraham.

Salah satu anggota #SaveKPK, peneliti Indonesi Corruption Watch (ICW), Tama S Langkun, meminta KPK agar tidak ragu mengusut tuntas kasus simulator SIM tersebut. Tama pun mengatakan, dukungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dibutuhkan dalam hal ini.

"Kedatangan teman-teman di sini merupakan bentuk nyata dan tidak hanya berita. KPK harus segera membersihkan Polri," tambahnya.

Anggota #SaveKPK yang lain, sosiolog Universitas Indonesia, Thamrin Amal Tomagola, mengatakan, kewengan KPK tidak boleh disunat. Sebagai lembaga pemberantas tindak pidana korupsi yang termasuk kejahatan luar biasa, katanya, KPK butuh kewenangan yang luar biasa pula.

"Kalau berani nanti kita sunat sekalian. Jangan berani mengebiri KPK. Kalau berani, kita kebiri koruptor," ucapnya.

Dalam akhir pertemuan, kelompok #SaveKPK dan #Bersihkan Polri kompak berteriak "Save Indonesia, save KPK, tangkap Djoko, besok!!!"

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Tanggapi Isu 'Presidential Club', PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Tanggapi Isu "Presidential Club", PDI-P: Terlembaga atau Ajang Kongko?

    Nasional
    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Cak Imin Sebut PKB Jaring Calon Kepala Daerah dengan 3 Kriteria

    Nasional
    Golkar: 'Presidential Club' Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Golkar: "Presidential Club" Bisa Permudah Prabowo Jalankan Pemerintahan

    Nasional
    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Jokowi Diprediksi Gandeng Prabowo Buat Tebar Pengaruh di Pilkada 2024

    Nasional
    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Kans Parpol Pro Prabowo-Gibran Dengarkan Jokowi Tergantung Relasi

    Nasional
    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di 'Presidential Club'

    Demokrat Yakin Jokowi-Megawati Bisa Bersatu di "Presidential Club"

    Nasional
    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk 'Presidential Club', Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Sebut SBY Setuju Prabowo Bentuk "Presidential Club", Demokrat: Seperti yang AS Lakukan

    Nasional
    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Jokowi Diperkirakan Bakal Gunakan Pengaruhnya di Pilkada Serentak 2024

    Nasional
    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Soal Kemungkinan Gabung Koalisi Prabowo, Cak Imin: Kita Lihat pada 20 Oktober

    Nasional
    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Kementerian PPPA Akan Dampingi Anak Korban Mutilasi di Ciamis

    Nasional
    'Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya'

    "Orang Toxic Jangan Masuk Pemerintahan, Bahaya"

    Nasional
    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Prabowo Perlu Waktu untuk Bertemu, PKS Ingatkan Silaturahmi Politik Penting bagi Demokrasi

    Nasional
    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Soal Tak Bawa Orang “Toxic” ke Pemerintahan, Cak Imin: Bukan Cuma Harapan Pak Luhut

    Nasional
    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Halal Bihalal Akabri 1971-1975, Prabowo Kenang Digembleng Senior

    Nasional
    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin:  Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Anggap “Presidential Club” Positif, Cak Imin: Waktunya Lupakan Perbedaan dan Konflik

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com