JAKARTA, KOMPAS.com - Komisi Pemberantasan Korupsi mengusut aliran dana ke pihak lain yang berkaitan dengan proses pembahasan anggaran di Dewan Perwakilan Rakyat.
Hal ini merupakan fokus penyelidikan baru yang dilakukan KPK dari pengembangan kasus dugaan suap pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastrukutur Daerah (DPID) yang melibatkan anggota DPR Wa Ode Nurhayati dan dua pengusaha dari Partai Golkar.
"Apakah ada aliran dana terkait proses ke tempat lain. Apakah dalam proses pembahasan anggarannya itu kita temukan aliran-aliran dana yang lain enggak," kata Juru Bicara KPK Johan Budi di Jakarta, Kamis (22/11/2012).
Dalam hal ini, KPK mengembangkan informasi dari saksi maupun terdakwa yang terungkap dalam persidangan kasus suap DPID. Termasuk, mengembangkan data aliran dana mencurigakan dari Pusat Pelaporan Analisis dan Transaksi Keuangan (PPATK).
Berdasarkan informasi persidangan Wa Ode selama ini, muncul nama anggota Badan Anggaran DPR lainnya. Pengusaha Fahd A Rafiq saat bersaksi dalam persidangan Wa Ode dan saat diperiksa sebagai terdakwa dalam persidangan kasusnya beberapa waktu lalu mengungkapkan, ada jatah pimpinan Banggar DPR dalam alokasi DPID 2011.
Adalah Wakil Ketua Banggar DPR, Tamsil Linrung yang menurut Fahd mengurusi alokasi DPID untuk Kabupaten Pidie Jaya. Sementara untuk Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Besar, katanya, menjadi jatah Mirwan Amir. Atas kesaksian Fahd ini, baik Tamsil maupun Mirwan membantahnya.
Tersangka Baru
Berdasarkan perkembangan penyidikan kasus suap DPID, KPK telah menetapkan pengusaha sekaligus politikus Partai Golkar Haris Andi Surahman sebagai tersangka. Haris diduga bersama-sama Fahd El Fouz atau Fahd A Rafiq menyuap Wa Ode.
Dalam kasus ini, Wa Ode divonis enam tahun penjara karena dianggap terbukti menerima suap DPID dan melakukan tindak pidana pencucian uang. Sementara Fahd, dituntut tiga tahun enam bulan penjara karena dianggap terbukti sebagai pihak penyuap.
Johan Budi saat ditanya apakah Haris akan tersangka terakhir dalam kasus DPID ini menjawab, "Saya kira kita tidak menyimpulkan terakhir atau bukan, tapi KPK menemukan dua alat bukti yang cukup yang bisa mengaitkan tersangka HAS."
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.