Namun, menurut Sutarman, penyidik Bareskrim Polri tidak memiliki alasan untuk mengeluarkan surat perintah penghentian penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi simulator itu. Jika SP3 dipaksakan, penghentian penyidikan kemungkinan akan digugat ke pengadilan dan penyidik Bareskrim kemungkinan juga harus menyidik ulang sesuai perintah pengadilan. ”Dasar menghentikan penyidikan apa?” tanya Sutarman, Kamis.
Dari segi hukum, kata Sutarman, penyidik Polri tidak punya alasan untuk menghentikan penyidikan kasus itu karena penyidik punya cukup alat bukti dan sudah menahan tersangka. Jika penyidik Bareskrim dipaksakan menghentikan penyidikan, lanjutnya, penghentian penyidikan itu kemungkinan digugat ke pengadilan.
Sutarman menambahkan, sesuai arahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, penyidik Bareskrim sebenarnya sudah menyerahkan berkas pemeriksaan tersebut. ”Tinggal KPK ingin melanjutkan atau tidak. Kalau ingin melanjutkan, silakan. Kalau tidak, sidik ulang,” katanya.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri Brigadir Jenderal (Pol) Boy Rafli Amar menjelaskan, SP3 harus memiliki persyaratan sesuai ketentuan Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). ”Apa dasar melakukan SP3?” tanya Boy. Ia menambahkan, proses penyidikan kasus di Korlantas itu dilakukan penyidik Bareskrim berdasarkan ketentuan KUHAP.
Dalam Pasal 109 Ayat (2) UU No 8/1981 disebutkan, ”Dalam hal penyidik menghentikan penyidikan karena tidak terdapat cukup bukti atau peristiwa tersebut ternyata bukan merupakan tindak pidana atau penyidikan dihentikan demi hukum, maka penyidik memberitahukan hal itu kepada penuntut umum, tersangka, atau keluarganya”.
Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Indonesia Indriyanto Seno Adji, Polri memang tidak bisa mengeluarkan SP3. ”Kalau Polri SP3 kasus tiga tersangka itu, lalu KPK menyidik lagi tiga tersangka yang sama dengan obyek kasus yang sama, itu kan aneh,” katanya.
Menurut Indriyanto, sebagai terobosan penyelesaian bersama (win-win solution), Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi menurut undang-undang dapat mengambil alih proses penyidikan dan penuntutan. Penyidik Polri menyerahkan berkas kepada penuntut umum kejaksaan. Berkas penyidikan KPK diserahkan kepada penuntut umum KPK yang berasal dari kejaksaan.
Pada tingkat penuntutan, lanjut Indriyanto, dibentuk penuntutan bersama (joint prosecution). ”Jaksa Agung sebagai penuntut umum tertinggi dapat menyatukan kedua berkas penyidikan menjadi satu dakwaan yang siap diajukan ke pengadilan tipikor,” katanya. (BIL/INA/FER)
Berita terkait dapat diikuti dalam topik "Dugaan Korupsi Korlantas Polri"