JAKARTA, KOMPAS.com — Yusril Ihza Mahendra selaku pengacara terdakwa Wa Ode Nurhayati meminta majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta tidak ragu-ragu membebaskan kliennya jika memang fakta persidangan dugaan kasus suap DPID menunjukkan bahwa Wa Ode tidak bersalah. Majelis hakim tipikor dijadwalkan membacakan putusan atas perkara Wa Ode, Kamis (18/10/2012) siang nanti.
“Harapan saya hakim tak ragu mengambil keputusan kalau dia yakin terdakwa tidak salah. Jangan karena takut dikecam wartawan atau LSM (lembaga swadaya masyarakat), divonis salah supaya dibebaskan di MA, seperti itu tidak sehat,” kata Yusril saat dihubungi wartawan, Rabu (17/10/2012).
Menurut Yusril, selama ini berkembang opini sesat yang ditekankan ke masyarakat kalau hakim yang membebaskan seorang terdakwa korupsi adalah hakim yang korup. Yusril berharap majelis hakim yang mengadili Wa Ode tidak terpengaruh opini tersebut.
Yusril yang mengaku mencermati setiap proses persidangan atas Nurhayati bahkan menganggap tidak ada fakta yang membuat tuduhan ke mantan anggota Badan Anggaran (Banggar) DPR itu terbukti. "Saya tak melihat dari fakta di persidangan bahwa apa yang dituduhkan itu terbukti," ucap Yusril.
Dikatakannya, Wa Ode tidak pernah menerima uang dari pengusaha Fahd A Rafiq yang diberikan melalui Haris Surahman. Menurut Yusril, kliennya justru memerintahkan stafnya, Sefa Yolanda, untuk mengembalikan uang tersebut kepada Haris.
“Bahkan, Haris minta uang dikembalikan lebih banyak supaya dia tak ngoceh ke mana-mana. Jadi, justru ada kesan diperas. Itu jauh terjadi sebelum dia (Nurhayati) diperiksa," tutur Yusril.
Mantan menteri kehakiman ini pun menganggap bahwa kasus Wa Ode bukanlah penerimaan suap, melainkan percobaan penyuapan oleh pihak lain. Sebab, menurut Yusril, uangnya tidak pernah sampai ke Wa Ode. “Cuma sampai sekretarisnya, itu pun (sekretarisnya) dimarahi dan Haris sendiri mengakui uangnya dikembalikan,” katanya.
Terkait dengan kasus pencucian uang yang didakwakan kepada kliennya, Yusril menilai dakwaan yang disusun tim jaksa penuntut umum KPK itu memang lemah dan tidak mendasar. Dia menilai seharusnya jaksa membuktikan dulu pidana penerimaan suapnya sebagai tindak pidana pokok sebelum menjerat Wa Ode dengan pencucian uang. "Masalahnya kalau pidana pokok suap tak terbukti, bagaimana bisa semua isi rekening dia dianggap sebagai money laundering?" ucapnya.
Dalam persidangan sebelumnya, Wa Ode dituntut hukuman 14 tahun penjara untuk dua perbuatan pidana. Pertama, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap terkait DPID senilai Rp 6,25 miliar. Kedua, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya.
Selain hukuman penjara, Wa Ode dituntut membayar denda Rp 500 juta untuk masing-masing tindak pidana. Nilai denda Rp 500 juta tersebut dapat diganti dengan kurungan tiga bulan. Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Wa Ode terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer. Untuk itu, jaksa menuntut hakim memvonis Wa Ode bersalah dan menghukumnya empat tahun penjara.
Terkait pencucian uang, Wa Ode dianggap terbukti melanggar Pasal 3 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai dengan dakwaan kedua primer sehingga jaksa meminta hakim menghukum Wa Ode 10 tahun penjara.
Berita terkait lainnya dapat diikuti di Topik: VONIS WA ODE
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.