JAKARTA, KOMPAS.com — Pembacaan vonis atas perkara dugaan penerimaan uang pengalokasian Dana Penyesuaian Infrastruktur Daerah (DPID) dengan terdakwa Wa Ode Nurhayati ditunda lantaran majelis hakim Pengadilan Tipikor yang menangani perkaranya belum siap. Ketua Majelis Hakim Tipikor Suhartoyo menyampaikan bahwa pembacaan vonis baru bisa dilakukan pada persidangan Kamis (18/10/2012) mendatang.
“Majelis hari ini mohon dimaklumi ada bagian dari putusan yang harus disempurnakan, jadi belum bisa dibacakan hari ini,” kata Suhartoyo kepada Wa Ode dalam persidangan di Pengadilan Tipikor, Selasa (15/10/2012) siang ini.
Sedianya putusan hakim tersebut dibacakan dalam persidangan siang ini. Wa Ode dan tim pengacaranya sebelumnya mengaku siap mendengarkan putusan majelis hakim tersebut. Pengacara Wa Ode, Wa Ode Nurzainab, berharap majelis hakim menjatuhkan vonis yang adil dan berdasarkan fakta hukum.
Sementara itu, pihak KPK selaku penegak hukum yang membawa perkara Wa Ode ini ke pengadilan berharap majelis hakim menjatuhkan vonis yang sesuai dengan tuntutan jaksa. Dalam persidangan sebelumnya, Wa Ode dituntut hukuman 14 tahun penjara untuk dua perbuatan pidana.
Pertama, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap terkait DPID senilai Rp 6,25 miliar. Kedua, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp 50,5 miliar dalam rekeningnya. Selain hukuman penjara, Wa Ode dituntut membayar denda Rp 500 juta untuk masing-masing tindak pidana. Nilai denda Rp 500 juta tersebut dapat diganti dengan kurungan tiga bulan.
Menurut jaksa, berdasarkan fakta persidangan, Wa Ode terbukti melanggar Pasal 12 Ayat 1 Huruf a Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP sebagaimana dakwaan kesatu primer. Untuk itu, jaksa menuntut hakim memvonis Wa Ode bersalah dan menghukumnya empat tahun penjara.
Terkait pencucian uang, Wa Ode dianggap terbukti melanggar Pasal 3 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang sesuai dengan dakwaan kedua primer sehingga jaksa meminta hakim menghukum Wa Ode 10 tahun penjara.
Jaksa menjelaskan, Wa Ode dianggap terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima suap Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha, yakni Fahd El Fouz, Paul Nelwan, dan Abram Noch Mambu melalui Haris Surahman. Pemberian tersebut terkait dengan upaya Wa Ode selaku anggota Panitia Kerja Tranfer Daerah Badan Anggaran DPR dalam mengupayakan Kabupaten Aceh Besar, Pidie Jaya, Bener Meriah, dan Minahasa sebagai penerima anggaran DPID.
Adapun uang Rp 6,25 miliar dari tiga pengusaha itu merupakan bagian dari Rp 50,5 miliar yang disimpan dalam rekening pribadi Wa Ode di Bank Mandiri. Dalam kurun waktu Oktober 2010 sampai September 2011, Wa Ode melakukan beberapa kali transaksi uang masuk ke rekening Bank Mandiri KCP DPR yang seluruhnya berjumlah Rp 50,5 miliar.
Uang tersebut, menurut jaksa, kemudian disembunyikan asal-usulnya dengan ditransfer, dialihkan, dibelanjakan, dan digunakan sebagai pembayaran keperluan pribadi. Atas tuntutan tersebut, Wa Ode mengajukan pleidoi atau nota pembelaan yang isinya membantah semua tuntutan jaksa. Menurutnya, jaksa menyusun tuntutan tidak berdasarkan fakta persidangan.
Berita terkait dapat diikuti dalam topik "Vonis Wa Ode"