Jika pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap mengangkat bekas terpidana perkara korupsi, itu berarti pemerintah tidak konsisten dan tidak paham prinsip-prinsip pemerintahan yang bersih. ”Jabatan publik merupakan amanah masyarakat. Amanah dari masyarakat perlu diberikan kepada orang yang berintegritas, bukan kepada orang yang pernah cacat secara hukum,” katanya.
Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas mengatakan, jika tak ada aturan tegas yang melarang bekas terpidana kasus korupsi kembali menempati jabatan struktural di pemerintahan, berarti harus ada tafsir ulang atas aturan-aturan itu. ”Jika aturan yang terkait tidak melarang, aturan tersebut perlu ditafsir ulang dengan memerhatikan aspek ketepatan dan rasa keterusikan moral masyarakat,” katanya.
Untuk itu, kata Todung, Gubernur Kepulauan Riau memiliki kewajiban untuk membatalkan pengangkatan tersebut. ”Menteri Dalam Negeri harus menegur pemerintah daerah dan mencabut (pengangkatan). Itu sesuatu yang tidak patut,” kata Teten.
”Ini juga sudah menghina rakyat karena seolah-olah tidak ada lagi orang lain yang layak menduduki jabatan itu selain koruptor,” kata peneliti korupsi politik Indonesia Corruption Watch, Ade Irawan.
KPK, ujar Busyro, sangat kecewa. ”Ini menunjukkan kekosongan konsep moral kepemimpinan dari pemimpin yang mengangkat pejabat mantan terpidana korupsi,” katanya.(ANA/IAM/NTA/FER/BIL)
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.