Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Hukuman Mati Koruptor Dapat Dukungan

Kompas.com - 28/09/2012, 10:09 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com - Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di Dewan Perwakilan Rakyat mendukung hasil Musyawarah Nasional Nahdlatul Ulama yang merekomendasikan hukuman mati untuk koruptor yang membangkrutkan negara. Langkah itu diharapkan dapat memberikan efek jera dan mengurangi praktik korupsi yang kian marak.

Demikian salah satu ide yang muncul dalam pertemuan F-PKS dengan Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) di Jakarta, Kamis (27/9/2012). Hadir dalam pertemuan itu, antara lain, Ketua F-PKS Hidayat Nur Wahid; anggota Komisi III DPR, Abu Bakar al-Habsy; dan anggota Komisi IV DPR, Nabiel Musawa. Hadir juga Ketua Umum PBNU Said Aqil Siroj dan Ketua PBNU Slamet Effendy Yusuf.

”Penegakan hukum selama ini masih belum memberikan efek jera bagi koruptor,” kata Hidayat. Menurut Slamet, penekanan pentingnya hukuman berat terhadap koruptor merupakan upaya NU untuk turut serta memerangi korupsi yang menjadi persoalan bangsa.

Sebagai lembaga utama pemberantasan korupsi, kata Hidayat, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) perlu terus ada dengan kewenangan penyidikan dan penuntutan seperti sekarang. ”Kami punya semangat sama, KPK jangan diperlemah, justru harus diperkuat. Kami menolak jika revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK justru untuk melemahkannya,” ujarnya.

Pemerintah juga menolak merevisi UU No 30/2002 tentang KPK. Pemerintah malah akan mendukung jika KPK dimasukkan ke dalam UUD 1945 melalui proses amandemen konstitusi. ”Ini sikap resmi pemerintah. Pemerintah tidak akan setuju dengan proposal apa pun yang melemahkan KPK. Hanya orang-orang koruptif yang ingin KPK lemah dan bubar,” kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana. ”Saya merasa kewenangan- kewenangan keluarbiasaan KPK masih diperlukan,” kata Menteri Hukum dan HAM Amir Syamsuddin secara terpisah.

Anggota Komisi III dan Badan Legislasi DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Didi Irawadi, mengungkapkan, keinginan merevisi UU KPK sebenarnya muncul dari segelintir anggota DPR. Didi yakin, Badan Legislasi DPR akan mempertanyakan jika usul merevisi UU itu memuat pasal-pasal yang melemahkan KPK.

Soal revisi UU itu, Ketua Komisi III DPR Gede Pasek Suardika mengatakan, Komisi III diminta oleh Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso untuk menyusun draf revisi UU KPK pada Januari 2011. Minggu lalu, Komisi III menyerahkan draf yang telah mereka susun ke Badan Legislasi DPR.

Karena itu, niat sebenar-benarnya DPR untuk merevisi UU KPK harus dicermati. ”Melucuti KPK dengan cara merevisi aturan hukumnya adalah cara konstitusional dan aman,” ujar peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Hifdzil Alim. (IAM/BIL/DIK/FER/NWO/ONG)

Berita terkait wacana revisi UU KPK dapat diikuti dalam topik "Revisi UU KPK"

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

    Soal Kemungkinan Usung Anies di Pilkada DKI, Sekjen PDI-P: DPP Dengarkan Harapan Rakyat

    Nasional
    DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

    DPR Pastikan Hasil Pertemuan Parlemen di WWF Ke-10 Akan Disampaikan ke IPU

    Nasional
    Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

    Komisi II Pertimbangkan Bentuk Panja untuk Evaluasi Gaya Hidup dan Dugaan Asusila di KPU

    Nasional
    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Djoko Susilo PK Lagi, Ketua KPK Singgung Kepastian Hukum

    Nasional
    KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

    KPK Geledah Kantor PT Telkom dan 6 Rumah, Amankan Dokumen dan Alat Elektronik

    Nasional
    Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

    Pembukaan Rakernas Ke-5 PDI-P Akan Diikuti 4.858 Peserta

    Nasional
    KPK Gelar 'Roadshow' Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

    KPK Gelar "Roadshow" Keliling Jawa, Ajak Publik Tolak Politik Uang

    Nasional
    Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang 'Insya Allah' Gabung Golkar, Mekeng: 'Nothing Special'

    Bobby ke Gerindra padahal Sempat Bilang "Insya Allah" Gabung Golkar, Mekeng: "Nothing Special"

    Nasional
    PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

    PPP Disebut Tak Bisa Lolos Parlemen, Mardiono: Ketua KPU Bukan Pengganti Tuhan

    Nasional
    Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

    Soal Dapat Jatah 4 Kursi Menteri, Ketum PAN: Hak Prerogatif Prabowo

    Nasional
    Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

    Galang Dukungan di Forum Parlemen WWF Ke-10, DPR Minta Israel Jangan Jadikan Air Sebagai Senjata Konflik

    Nasional
    Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

    Alasan PDI-P Tak Undang Jokowi Saat Rakernas: Yang Diundang yang Punya Spirit Demokrasi Hukum

    Nasional
    Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

    Waketum Golkar Kaget Bobby Gabung Gerindra, Ungkit Jadi Parpol Pertama yang Mau Usung di Pilkada

    Nasional
    Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

    Pj Ketum PBB Sebut Yusril Cocok Jadi Menko Polhukam di Kabinet Prabowo

    Nasional
    Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

    Penerbangan Haji Bermasalah, Kemenag Sebut Manajemen Garuda Indonesia Gagal

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com