Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Terorisme dan Deteksi Dini

Kompas.com - 13/09/2012, 09:46 WIB
Oleh Susaningtyas Nefo H Kertopati

Rangkaian penangkapan dan penyergapan pelaku teroris, serta ditemukannya senjata dan bahan bakar untuk merakit bom di Solo dan sejumlah tempat lainnya di Jakarta dan Depok, menjadi sinyalemen keberadaan terorisme di Indonesia belum benar-benar hilang.

Pasca-tewasnya gembong teroris paling dicari, Azahari dan Noordin M Top, terorisme di Indonesia sempat mati suri. Hampir tak ada aksi teror sekelas aksi yang dilakukan oleh kedua pelaku teror paling dicari tersebut saat masih bebas beraktivitas. Setelah itu memang ada sejumlah aksi penyerangan kantor polisi dan perampokan di sejumlah kota di luar Jawa, tetapi kemudian bisa terdeteksi dan dilokalisasi.

Penembakan pos polisi dan aksi teror di Solo menegaskan bahwa jaringan terorisme di Indonesia masih jadi ancaman faktual. Hal ini tecermin dari terbongkarnya sejumlah jaringan di Jakarta dan Depok, yang terkait satu dengan yang lain. Kondisi ini jadi sinyalemen bahwa program deradikalisasi yang digagas oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) belum mampu mengakselerasi hakikat toleransi dan penghargaan kepada sesama.

Deradikalisasi harus didasari dengan pencarian embrio masalah yang jadi penyebab/pemicu teror tersebut. Seyogianya harus ada kesepakatan antara badan-badan intelijen, obyek deradikalisasi yang mana harus diprioritaskan sehingga dapat diatasi secara maksimal.

Kegagalan program deradikalisasi disebabkan embrio terorisme tak hanya berpangkal pada gerakan ideologi agama tertentu. Juga rasa keadilan dan kesejahteraan yang dirasakan. Kenyataan tersebut secara obyektif jadi permasalahan dalam pemberantasan terorisme di Indonesia.

Radikalisasi terbentuk sebagai bagian dari respons atas ketidakadilan dan makin melebarnya kesenjangan sosial di masyarakat. Bahwa kemudian agama jadi satu alasan dalam mengekspresikan ketidakpuasan dan kebencian, ini bagian dari bingkai kegagalan negara dalam menjalankan perannya. Di sinilah, dalam bahasa Bruce Hoffman (1999), terorisme dianggap kolaborasi antara kegagalan negara dalam menjalankan fungsinya dan frustrasi masyarakat atas kondisi yang dihadapi.

Karena itu, menjadikan pesantren yang disinyalir tempat persemaian gerakan terorisme di Indonesia sebagai target dari program tersebut tidak memberikan efek jera yang efektif. Sebab hanya bersifat parsial dan sektoral. Padahal, pemberantasan terorisme akan efektif bila dilakukan secara integral, termasuk mendalami domain kesejahteraan masyarakat.

Oleh sebab itu, akan lebih memberikan efek berbeda bila memaksimalkan Polri dalam memberikan informasi dan pengawasan secara efektif dalam bentuk program perpolisian masyarakat (polmas) dan peran pembinaan masyarakat (binmas).

Selain itu, keterlibatan TNI sebagai tentara pejuang dan tentara rakyat yang terintegral dalam memaksimalkan dialog dan komunikasi dengan masyarakat sangat penting. Sebagaimana diketahui, pasca- Orde Baru, komando teritorial dalam bentuk Bintara Pembina Desa (Babinsa) tidak secara optimal dimanfaatkan dalam memberikan pemahaman dan informasi kepada masyarakat akan pentingnya menjaga stabilitas keamanan wilayah.

Deteksi dini

Dalam konteks tersebut di atas, maka pemberantasan terorisme di Indonesia harus menyeluruh, melibatkan segenap potensi bangsa. Karena itu, keberadaan UU No 15/2003 tentang Antiteror harus direvisi agar dapat menjadi payung hukum bagi potensi pendeteksian dini oleh para aktor keamanan dan pelibatan masyarakat secara integral. Sementara keberadaan intelijen, baik dari Polri, militer, maupun komunitas intelijen lainnya, hanya merupakan komponen yang bekerja dalam ranah informasi untuk penyelidikan. Padahal, secara institusi, Badan Intelijen Negara (BIN) yang mengoordinatori institusi intelijen lainnya memiliki fungsi sangat strategis dalam mendeteksi dini potensi gangguan dan ancaman faktual dari pergerakan terorisme di Indonesia.

Pada UU No 17/2011 tentang Intelijen Negara ditegaskan bahwa intelijen memiliki kewenangan penyelidikan dan deteksi dini berkaitan dengan sejumlah potensi gangguan yang akan ditimbulkan dari aktivitas terorisme di Indonesia. Sementara Densus 88 Antiteror bersama- sama BNPT, sebagai komponen utama dalam pemberantasan terorisme di Indonesia, seharusnya lebih mengedepankan pendekatan pre-emtif dan preventif dalam menjalankan peran dan fungsinya.

Dengan demikian, gangguan nyata dan ancaman faktual dapat secara efektif diminimalisasi dan terukur dalam pemberantasannya. Intinya, pencegahan menjadi suatu keniscayaan.

Kritik mendasar terkait kinerja Densus 88 Antiteror adalah bahwa hampir setiap menangani teror hanya bertumpu pada keterkaitan aksi teror itu dengan jaringan terorisme yang ada selama ini. Padahal, meski menggunakan cara-cara teror, belum tentu mereka bagian dari gerakan terorisme yang sudah terdeteksi. Bisa saja itu hanya merupakan gerakan klandestin (bawah tanah) yang sama sekali tak terkait jejaring terorisme berlabel agama yang selama ini diwacanakan.

Berkenaan konteks tersebut, dalam menangani teror, Densus 88 Antiteror harus mencari variabel penyebab seluas-luasnya agar dapat secara komprehensif tertangani dengan baik. Namun, bila memang aksi teror memiliki jejaring satu dengan yang lain, Densus 88 bersama intelijen harus tetap mengutamakan pendekatan pre-emtif dan preventif guna mengentaskan masalah tersebut. Ini pentingnya intelijen memiliki kemampuan improvisasi dalam penetrasinya di lapangan.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Bertolak ke Sumbar, Jokowi dan Iriana Akan Tinjau Lokasi Banjir Bandang

Nasional
Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Dititip Kerja di Kementan dengan Gaji Rp 4,3 Juta, Nayunda Nabila Cuma Masuk 2 Kali

Nasional
Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Jabat Tangan Puan dan Jokowi di Tengah Isu Tak Solidnya Internal PDI-P

Nasional
Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis 'Mercy'

Saat Anak Buah Biayai Keperluan Pribadi SYL, Umrah hingga Servis "Mercy"

Nasional
26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

26 Tahun Reformasi: Robohnya Etika Bernegara

Nasional
Soal Perintah 'Tak Sejalan Silakan Mundur', SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Soal Perintah "Tak Sejalan Silakan Mundur", SYL: Bukan Soal Uang, Tapi Program

Nasional
Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Rosan Ikut di Pertemuan Prabowo-Elon Musk, Bahas Apa?

Nasional
[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

[POPULER NASIONAL] MPR Bakal Temui Amien Rais | Anies Pertimbangkan Maju Pilkada Jakarta

Nasional
MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

MK Putus 207 Sengketa Pileg Hari Ini hingga Besok

Nasional
Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Tanggal 24 Mei 2024 Memperingati Hari Apa?

Nasional
Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Anies Pertimbangkan Maju Pilkada DKI, PKS: Kita Lagi Cari yang Fokus Urus Jakarta

Nasional
Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Momen Menarik di WWF Ke-10 di Bali: Jokowi Sambut Puan, Prabowo Dikenalkan sebagai Presiden Terpilih

Nasional
Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Perkenalkan Istilah ‘Geo-cybernetics’, Lemhannas: AI Bikin Tantangan Makin Kompleks

Nasional
Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Megawati Disebut Lebih Berpeluang Bertemu Prabowo, Pengamat: Jokowi Akan Jadi Masa Lalu

Nasional
Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Laporkan Dewas ke Bareskrim, Wakil Ketua KPK Bantah Dirinya Problematik

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com