Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Indonesia Disatukan oleh Posisi Hilal

Kompas.com - 18/08/2012, 16:01 WIB

Jika kesepakatan nasional ini bisa diraih, ”Indonesia bisa menjadi pionir untuk menyatukan kriteria penentuan awal bulan Hijriah secara global,” kata ahli kalender dari Program Studi Astronomi, Institut Teknologi Bandung (ITB), Moedji Raharto.

Saat ini memang belum ada kesepakatan tunggal sistem penanggalan Hijriah yang disepakati semua negara. Kalander Hijriah Global (Universal Hejric Calendar) yang digagas Arab Union for Astronomy and Space Sciences sejak 2001 belum bisa diterima semua negara Muslim.

Sejumlah negara Muslim memang mengikuti penentuan yang dilakukan Pemerintah Arab Saudi. Namun, ketentuan yang digunakan di Arab Saudi sering memicu kontroversi di kalangan ahli astronomi Timur Tengah ataupun Asia Tenggara.

Moedji mengatakan, Arab Saudi menggunakan kriteria wujudul hilal dalam kalender Ummul Qura untuk keperluan administratif. Kriteria ini juga baru digunakan karena sistem yang digunakan sebelumnya sering berubah. Namun untuk penentuan awal Ramadhan, Syawal, dan Zulhijah, mereka tetap memakai rukyat walau kadang hasil rukyatnya justru menimbulkan kontroversi karena tidak diverifikasi berdasarkan kondisi riil Bulan.

Pandangan keliru

Masyarakat memaknai perbedaan kriteria penentuan awal bulan Hijriah ini dengan dua metode saja, yaitu hisab yang mengacu pada kriteria wujudul hilal dan rukyat yang mengacu pada kriteria imkanur rukyat ataupun MABIMS. Penyederhanaan ini sering kali mengarah bahwa yang menggunakan hisab berarti menggunakan sains dalam penentuannya, sedangkan rukyat hanya mengandalkan penglihatan mata dan mengabaikan sains.

Anggapan ini jelas keliru. Mereka yang menggunakan metode rukyat sejatinya justru menggunakan sains yang lebih komprehensif. Metode rukyat tetap mensyaratkan dilakukannya hisab terlebih dahulu. Hisab ini penting untuk menentukan karakter hilal saat akan diamati, mulai dari posisi, ukuran hilal, lama penampakan hilal, hingga kemungkinan gangguan yang muncul untuk menghindarkan pengamat salah melihat hilal.

”Hisab itu teoretis, sedangkan rukyat itu klarifikasi atas hisab yang dilakukan,” kata Judhistira Aria Utama dari Laboratorium Bumi dan Antariksa, Jurusan Pendidikan Fisika, Universitas Pendidikan Indonesia. Verifikasi inilah yang membuat hasil rukyat akan ditolak jika secara teoretis hilal tidak mungkin dilihat.

Meski berbeda metode, hisab dan rukyat tetap dapat disatukan dengan menggunakan hisab yang berbasis pada perhitungan kemungkinan terlihatnya hilal. Ini memang membutuhkan kerelaan dari kelompok yang menggunakan wujudul hilal.

Hal ini memang sulit karena menyangkut keyakinan. Namun, bukan berarti tidak bisa. Sebaliknya, mengubah metode rukyat menjadi hanya hisab saja akan lebih sulit. Ini karena ada dalil yang secara eksplisit memerintahkan melihat hilal sebagai penanda awal bulan baru.

Semua ikhtiar yang dilakukan harusnya tertuju untuk kemaslahatan umat. Kepraktisan penanggalan tentu dibutuhkan untuk memudahkan umat, tetapi prinsip-prinsip agama tetap harus dipegang.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    21 Persen Jemaah Haji Indonesia Berusia 65 Tahun ke Atas, Kemenag Siapkan Pendamping Khusus

    21 Persen Jemaah Haji Indonesia Berusia 65 Tahun ke Atas, Kemenag Siapkan Pendamping Khusus

    Nasional
    Jokowi Sebut Impor Beras Tak Sampai 5 Persen dari Kebutuhan

    Jokowi Sebut Impor Beras Tak Sampai 5 Persen dari Kebutuhan

    Nasional
    Megawati Cermati 'Presidential Club' yang Digagas Prabowo

    Megawati Cermati "Presidential Club" yang Digagas Prabowo

    Nasional
    Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

    Anwar Usman Dilaporkan ke MKMK, Diduga Sewa Pengacara Sengketa Pileg untuk Lawan MK di PTUN

    Nasional
    Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

    Pascaerupsi Gunung Ruang, BPPSDM KP Lakukan “Trauma Healing” bagi Warga Terdampak

    Nasional
    Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

    Momen Jokowi Bersimpuh Sambil Makan Pisang Saat Kunjungi Pasar di Sultra

    Nasional
    Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

    Jokowi Jelaskan Alasan RI Masih Impor Beras dari Sejumlah Negara

    Nasional
    Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

    Kecelakaan Bus di Subang, Kompolnas Sebut PO Bus Bisa Kena Sanksi jika Terbukti Lakukan Kesalahan

    Nasional
    Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

    Jokowi Klaim Kenaikan Harga Beras RI Lebih Rendah dari Negara Lain

    Nasional
    Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

    Layani Jemaah Haji, KKHI Madinah Siapkan UGD dan 10 Ambulans

    Nasional
    Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

    Saksi Sebut Kumpulkan Uang Rp 600 juta dari Sisa Anggaran Rapat untuk SYL Kunjungan ke Brasil

    Nasional
    Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

    Soal Posisi Jampidum Baru, Kejagung: Sudah Ditunjuk Pelaksana Tugas

    Nasional
    KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

    KPK Diusulkan Tidak Rekrut Penyidik dari Instansi Lain, Kejagung Tak Masalah

    Nasional
    Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

    Jokowi Tekankan Pentingnya Alat Kesehatan Modern di RS dan Puskesmas

    Nasional
    100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

    100.000-an Jemaah Umrah Belum Kembali, Beberapa Diduga Akan Berhaji Tanpa Visa Resmi

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com