JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung mendukung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menangani penuh kasus dugaan korupsi pengadaan simulator roda dua dan roda empat ujian surat izin mengemudi (SIM) Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri 2011.
Menurut Jaksa Agung Basrief Arief, penanganan kasus ini seharusnya mengacu pada Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi yang menyebutkan jika suatu kasus sudah ditangani KPK, penegak hukum yang lain harus berhenti melakukan penyidikan.
"Saya kira mengacu UU (undang-undang)," kata Basrief seusai menghadiri acara pelantikan Deputi Penindakan KPK, Warih Sadono di gedung KPK, Kuningan, Jakarta, Kamis (2/8/2012).
Di samping undang-undang, kata Basrief, ada nota kesepahaman atau MoU yang disepakati KPK, Kejaksaan, dan Polri yang mengatur soal mekanisme penanganan kasus bersama. Nota kesepahaman itu pun, menurutnya, tidak bertentangan dengan undang-undang.
Saat ditanya apakah Kejaksaan Agung sudah menerima surat pemberitahuan dimulainya penyidikan (SPDP) dari Polri, Basrief mengatakan akan mengeceknya dulu.
"Saya belum membaca SPDP. Kalau memang hari ini disampaikan, mungkin nanti saya kembali dari kantor, saya akan lihat nanti. Mungkin sudah dikirim tapi masih di TU, jadi di TU Pimpinan nanti disampaikan ke saya," ujarnya.
Seperti diketahui, Polri mengklaim telah memulai penyidikan kasus dugaan korupsi simulator Korps Lalu Lintas (Korlantas) Polri sejak 1 Agustus 2012. Polri menetapkan lima tersangka, yakni Wakorlantas Brigjen Pol Didik Purnomo selaku pejabat pembuat komitmen, ketua panitia pengadaan, AKBP Teddy Rusmawan, Bendahara Korlantas Polri seorang Kompol berinisial LGM, serta dua pihak swasta, yaitu Budi Susanto dan Sukoco S Bambang.
Tidak ada nama mantan Korlantas, Irjen Pol Djoko Susilo dalam daftar tersangka Polri. Adapun tiga dari lima tersangka yang ditetapkan Polri, yakni Didik, Budi, dan Bambang, juga menjadi tersangka kasus yang sama di KPK.
Ketua KPK, Abraham Samad menegaskan kalau KPK lebih dulu menetapkan tersangka kasus ini, yaitu pada 27 Juli 2012 lalu. Sesuai dengan Pasal 50 ayat 1, 3, dan 4 Undang-Undang Tentang KPK, lembaga penegakkan hukum lain tidak dapat menangani suatu kasus yang sudah lebih dulu ditangani KPK.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.