JAKARTA, KOMPAS.com - Puluhan perusahaan milik Muhammad Nazaruddin seharusnya dimasukkan dalam daftar hitam perusahaan yang terlarang mengikuti tender di pemerintahan. Hal itu disampaikan anggota Badan Pekerja Indonesia Corruption Watch (ICW), Emerson Yuntho saat dihubungi Kompas.com, Senin (23/4/2012).
Menurut Emerson, hal tersebut penting guna menciptakan efek jera terhadap pelaku tindak pidana korupsi yang menggunakan korporasi sebagai alat meraup keuntungan.
"Nazaruddin memiliki banyak perusahaan dan kita sendiri gak pernah lihat perusahaannya masuk dalam daftar hitam. Ini perlu didorong, memasukkan daftar perusahaan Nazaruddin dalam daftar hitam rekanan," kata Emerson.
Dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta yang dibacakan di Pengadilan Tipikor, Jumat (20/4/2012) lalu, Nazaruddin disebut sebagai pengendali Grup Permai, induk perusahaan yang membawahi puluhan anak perusahaan. Nazaruddin menjadikan Grup Permai sebagai alat menyimpan commitment fee.
Korupsi dilakukan Nazaruddin secara sistematis dengan menggunakan korporasi. Emerson menilai, KPK dan Pemerintah seharusnya bisa mengeluarkan daftar hitam perusahaan. Menjadi fenomena menarik saat perusahaan-perusahaan "hitam" memenangkan tender-tender pemerintah yang nilai proyeknya cukup besar.
"Proyek besar dimenangkan perusahaan tanpa nama, kasus pembelian sukhoi misalnya, perusahannya gak jelas, alamat perusahaannya gak jelas, padahal nilai proyek yang dimenangkan cukup besar," katanya.
Emerson juga mengatakan, pihak PT Duta Graha Indah (PT DGI) yang memberi suap ke Nazaruddin, harus mendapat hukuman terkait kasus suap wisma atlet ini. Setidaknya, katanya, PT DGI tidak diperbolehkan ikut tender pemerintah selama beberapa waktu.
"Harus ada penalti juga, perusahaan yang memberi suap harus diberi sanksi memadai agar mereka tidak melakukan lagi. Dimasukkan dalam daftar hitam atau tidak ikut proyek pemerintah selama beberapa lama," ucap Emerson.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.