"Masyarakat kita kan melankolis gitu ya, melodramatic. Nah PKS menunggu dikeluarkan. Jadi seolah-olah menjadi korban. Kalau disuruh mengundurkan diri seperti permintaan dari Syarief hHsan, sampai kiamat juga PKS enggak bakal mau mengundurkan diri," tuturnya.
Burhanuddin menilai SBY tahu, bahwa PKS tak semudah itu mengundurkan diri. Oleh karena itu SBY menempuh strategi menyudutkan PKS dengan mewajarkan elite Setgab dan sejumlah politisi Demokrat, melemparkan sindiran-sindiran maut untuk menyudutkan PKS, yang dianggap pengkhianat. Harapannya, PKS akan berinisiatif mundur teratur tanpa diminta.
Selain itu, sinyal lain yang ditunjukkan SBY adalah tidak membalas surat dari PKS mengenai penolakan mereka terhadap kenaikan harga bbm. Tak hanya itu, dalam dalam Rapat Setgab malam tadi, Selasa (3/4/2012), tak ada kehadiran elit PKS. Ini, kata dia, semacam kondisi yang dibuat agar PKS sadar betul bahwa kehadirannya dalam koalisi mulai tak diharapkan.
"Itu semacam pengkondisian agar PKS tidak merasa nyaman dalam koalisi. Itu bukan baru terjadi sekarang saja. Misalnya ada isu yang saya dengar, bahwa jauh-jauh sebelumnya Ketua Majelis Syuro PKS ingin bertemu dengan SBY, tapi SBY enggak mau menemui," terang Burhanuddin.
Kini semua tergantung SBY. Selama posisi tiga menteri PKS dalam kabinet seperti Menteri Sosial Salim Segaf Al Jufri, Menteri Pertanian Suswono, serta Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring tak dicopot oleh Presiden maka, PKS masih berada dalam koalisi.
"Selama menteri 3 menteri PKS yang tersisa tidak ditarik SBY, maka dalam logika presidensial, berarti PKS masih dalam Setgab, di atas kertas masih mendukung koalisi. Masalahnya adalah SBY punya keberanian atau tidak untuk mengambil keputusan?" pungkas Burhanuddin.
Apa yang Terjadi jika PKS Ditalak Koalisi?
Dilema Presiden SBY masih berbuntut panjang jika PKS dilepaskan dari kontrak koalisi. Menurut Burhanuddin yang juga peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI), PKS sangat dibutuhkan pemerintah dalam mendapatkan dukungan di DPR.
Jika PKS ditendang, Partai Golkar, tutur Burhanuddin, memiliki daya tawar tinggi dalam koalisi untuk menggantikannya. Saat ini Golkar memang menurutnya tampak melejit dan punya kans mendapat nilai tambah untuk jatah kursi menteri menggantikan PKS jika dikeluarkan dari koalisi.
Di sisi lain, ini membawa bencana kecil bagi pemerintah. Hal itu karena dalam beberapa kasus. Golkar cukup berseberangan dengan Pemerintah yaitu dalam kasus Century, di mana nama Presiden disebut-sebut terlibat dan masalah moratorium remisi koruptor.