Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dhana, Saya, dan Mafia Pajak

Kompas.com - 08/03/2012, 07:56 WIB
Oleh: Heri Prabowo

Nama Dhana Widyatmika sebagai pegawai negeri sipil pajak pemilik rekening gendut telah mengguncang Indonesia.

Saya terkejut. Nama teman sekelas saya di Sekolah Tinggi Akuntansi Negara (STAN) angkatan 1993 diberitakan berbagai media massa. Mungkin Dhana merasakan hal serupa pada Mei 2005 ketika saya diberitakan dalam kasus mafia pajak: faktur pajak fiktif di Surabaya oleh Alfian dan kawan-kawan.

Seingat saya, Dhana anak baik. Dari kalangan berada, tetapi tak sombong. Kadang ia terlambat masuk kuliah demi mengantar ibunya yang berobat jalan saban pekan. Selama berdinas di kantor pajak, saya tak pernah dengar berita negatif tentang Dhana. Saya, Dhana, dan sesama mahasiswa STAN mendapat pendidikan gratis dan berkualitas. Kami dididik jadi pegawai pajak berintegritas. Toh, tak sedikit alumni STAN, seperti saya dan Gayus Tambunan, akhirnya terjerumus dalam lingkup mafia pajak.

Saya tak kenal Gayus, tetapi kenal sejumlah orang ”top” di mafia pajak atau mereka yang diduga masuk lingkup mafia pajak. Saya mulai dari Delip V yang bikin heboh karena vonis bebasnya di Pengadilan Negeri Surabaya dalam kasus restitusi pajak fiktif. Kami bertemu di Rumah Tahanan Medaeng, Sidoarjo, karena Delip akhirnya divonis MA dua tahun penjara.

Lalu Siswanto, tukang bersihbersih kantor pajak, dan Suhertanto, juru sita kantor pajak, yang terjerat kasus penggelapan pajak senilai Rp 300 miliar. Mereka pernah sekantor dengan saya. Terakhir Pulung Sukarno yang kini ditahan Kejaksaan Agung karena penyimpangan pengadaan sistem teknologi informasi (TI).

Watak mereka berbeda-beda. Ada yang baik, alim, dan ”nakal”. Jadi, masuk ke lingkup mafia pa- jak tak berkaitan dengan watak seseorang. Mafia pajak terbentuk karena budaya dan sistem. Budaya korupsi di Direktorat Jenderal Pajak (DJP) selama puluhan tahun telah membentuk jaringan mafia pajak yang kuat mapan. Apalagi, sebelum reformasi, pemberantas korupsi nyaris tak bergigi. Istilah nego atau all in (wajib pajak kasih uang pajak dan suap dalam satu paket) sudah kaprah di kantor pajak.

Maka, tak salah jika pada 2007 pemerintah mereformasi birokrasi DJP. Di awal hasil reformasi sangat menggembirakan. Berdasarkan survei Transparency International 2007, kantor pajak tak masuk lagi sebagai instansi yang dipersepsikan terkorup.

Apakah mafia pajak yang telah beroperasi puluhan tahun dengan hasil miliaran rupiah langsung bubar hanya karena gajinya jadi belasan hingga puluhan juta? Mereka tiarap sejenak cari celah. Yang bertobat hanya yang masuk lingkup mafia pajak karena ikut-ikutan dan gaji pas-pasan. Pengawasan yang mulai ketat dan berkurangnya kawula mafia pajak justru menaikkan tarif kawula mafia pajak. Jangan kaget, muncul kasus Dhana dan Gayus setelah reformasi DJP.

Masih eksis

Ada lima penyebab mengapa mafia pajak masih eksis. Pertama, kekuasaan besar. Lingkup kekuasaan DJP tak hanya menetapkan pajak, tetapi juga mengadili sengketa pajak dalam proses keberatan, menyita aset wajib pajak (WP), memblokir rekening bank, menyidik tindak pidana pajak, minta pencekalan WP hingga menahan WP (penyanderaan). Ungkapan ”kekuasaan cenderung korup” berlaku mutlak.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Dugaan TPPU Hakim Gazalba Saleh: Beli Alphard, Kredit Rumah Bareng Wadir RSUD di Jakarta

    Nasional
    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

    Anggota Bawaslu Intan Jaya Mengaku Disandera KKB Jelang Pemilu, Tebus Ratusan Juta agar Bebas

    Nasional
    Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

    Dalam Sidang MK, KPU Ungkap Kontak Senjata TNI-OPM Jelang Hitung Suara, Satu Warga Sipil Tewas

    Nasional
    Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

    Sinyal Kuat Eko Patrio Bakal Jadi Menteri Prabowo

    Nasional
    Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Yakin Presidential Club Sudah Didengar Megawati, Gerindra: PDI-P Tidak Keberatan

    Nasional
    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Taruna STIP Meninggal Dianiaya Senior, Menhub: Kami Sudah Lakukan Upaya Penegakan Hukum

    Nasional
    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Gejala Korupsisme Masyarakat

    Nasional
    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    KPU Tak Bawa Bukti Noken pada Sidang Sengketa Pileg, MK: Masak Tidak Bisa?

    Nasional
    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    PDI-P Mundur Jadi Pihak Terkait Perkara Pileg yang Diajukan PPP di Sumatera Barat

    Nasional
    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Distribusikan Bantuan Korban Longsor di Luwu Sulsel, TNI AU Kerahkan Helikopter Caracal dan Kopasgat

    Nasional
    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Hakim MK Cecar Bawaslu Terkait Kemiripan Tanda Tangan Pemilih

    Nasional
    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Waketum Gerindra Nilai Eko Patrio Pantas Jadi Menteri Prabowo-Gibran

    Nasional
    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    MKD Temukan 3 Kasus Pelat Nomor Dinas DPR Palsu, Akan Koordinasi dengan Polri

    Nasional
    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Paradoks Sejarah Bengkulu

    Nasional
    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Menteri PPN: Hak Milik atas Tanah di IKN Diperbolehkan

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com