Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bohong adalah Laknat

Kompas.com - 24/02/2012, 08:05 WIB

Machiavelli lebih realistis lagi. Menurut dia, seorang penguasa boleh mengingkari janjinya apabila janji itu ternyata merugikannya dan apabila tiada lagi alasan untuk tetap berpegang teguh pada janjinya. Jika semua manusia adalah baik, usul itu keliru. Namun, berhubung manusia tidak baik dan tidak bisa memegang kata-katanya sendiri, penguasa juga tidak perlu berpegang pada kata-kata yang dijanjikan. Juga apabila belum ada alasan yang benar secara hukum, penguasa bisa saja menutupi ingkar janjinya dengan kebohongan.

Kita boleh tidak setuju dengan pendapat Machiavelli itu. Namun, jika kita terima sebagai sinisme terhadap kekuasaan, pendapat itu akan membuat kita realistis terhadap fakta bahwa kekuasaan tak lepas dari kebohongan. Kata Machiavelli, kekuasaan terkait dengan kodrat manusia yang suka bohong.

Memang, bohong, kebohongan, dan pembohongan telah menjadi bagian dari hidup manusia. Tak ada larangan yang begitu sering dilanggar seperti larangan jangan berbohong. Di dunia ini ada manusia yang tidak membunuh, tidak mencuri, tidak berselingkuh, tetapi tak pernah ada manusia yang tak berdusta atau berbohong. Maka, kata novelis dan esais Jean Paul, bohong adalah kanker ganas di bibir hati terdalam manusia. Kata penyair Heinrich Heine, kebohongan bahkan bisa menyelip ke dalam ciuman dan kepura-puraan, membuat kepura-puraan dan penipuan menjadi nikmat dan manis.

Oli kebohongan

Kebohongan bisa menyelip ke mana-mana, apalagi ke dalam politik. Itulah yang sesungguhnya kita alami sekarang ini. Politik kita memang sedang bermantelkan kebohongan. Meminjam kata-kata sutradara teater dan esais di Paris dan Berlin, Benjamin Korn, politik kita bagaikan mesin yang olinya adalah kebohongan. Dalam politik macam ini, para politikus tidak lagi berpikir tentang rakyat, tetapi hanya bagaimana meningkatkan kerakusan dan berahi kekuasaan. Caranya dengan mempraktikkan kebohongan.

Kalaupun relasi politik kelihatan lancar, itu bukan karena para politikus menepati norma dan etika kebenaran, melainkan karena hubungan itu dilumasi terus dengan oli kebohongan. Sekali pelumasan kebohongan berhenti, mesin politik akan macet. Jika macet, mesin politik hanya merugikan. Maklum, politik kita berjalan tidak semata-mata untuk mempertahankan kekuasaan, tetapi juga memanfaatkan kekuasaan untuk mengumbar nafsu ketamakan akan harta dan uang.

Maka, roda gila kebohongan bergerak semakin cepat, sampai kita tidak kuasa lagi mengeremnya. Kita diseret untuk hidup dalam sistem kebohongan. Kita pun tertipu dan terjerat total oleh kebohongan itu sampai kita seakan tak dapat lagi keluar. Kita jengkel, tetapi tak tahu mana jalan keluar. Lama-lama kita juga terninabobokkan oleh kebohongan itu. Itulah mungkin maksud Henrich Heine ketika ia bilang, ”Penipuan itu manis, tetapi ketertipuan lebih manis lagi rasanya.”

Itukah yang terjadi ketika kita menyaksikan sidang yang menghadirkan saksi Angelina Sondakh? Kita jengkel mendengar kilahnya, tetapi seperti masokis yang suka disakiti, kita menikmatinya juga. Rasanya seperti ketika kita jengkel dan muak dengan segala superfisialitas kontes putri ayu Indonesia, tetapi toh kita menikmati peragaan kecantikan dan kemolekannya.

Ibu segala dosa

Kebohongan memang sulit diberantas. Filsuf Imannuel Kant mengibaratkan kebohongan bagaikan kayu bengkok, tidak mungkin ditukangi untuk diluruskan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Wapres Ajak Masyarakat Tetap Dukung Timnas U-23 demi Lolos Olimpiade

Nasional
Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Gibran Ingin Konsultasi dengan Megawati terkait Susunan Kabinet

Nasional
Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Soal Dukungan PKB untuk Khofifah, Cak Imin: Kalau Daftar, Kita Sambut

Nasional
Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang 'Toxic'

Jubir Sebut Luhut Hanya Beri Saran ke Prabowo soal Jangan Bawa Orang "Toxic"

Nasional
Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Muslimat NU Kirim Bantuan Kemanusiaan Rp 2 Miliar ke Palestina

Nasional
Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang 'Toxic', Projo: Nasihat Bagus

Luhut Minta Prabowo Tak Bawa Orang "Toxic", Projo: Nasihat Bagus

Nasional
Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Buktikan Kinerja Unggul, Pertamina Hulu Energi Optimalkan Kapabilitas Perusahaan

Nasional
Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Gerindra Sebut Jokowi Justru Dorong Prabowo untuk Bertemu Megawati

Nasional
Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Tak Cemas Lawan Kandidat Lain pada Pilkada Jatim, Khofifah: Kenapa Khawatir?

Nasional
Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Khofifah Tolak Tawaran Jadi Menteri Kabinet Prabowo-Gibran, Pilih Maju Pilkada Jatim

Nasional
Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Soal Duetnya pada Pilkada Jatim, Khofifah: Saya Nyaman dan Produktif dengan Mas Emil

Nasional
Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com