Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bohong adalah Laknat

Kompas.com - 24/02/2012, 08:05 WIB
Oleh: SINDHUNATA


Bohong! Kata inilah yang sekarang sedang naik daun. Memang, rakyat sedang muak dengan ”drama kebohongan”, di mana aktor dan aktrisnya adalah politikus-politikus yang nuraninya sudah bebal terhadap kebenaran.

Lah, wong rakyat kecil dan anak-anak saja tergila-gila ingin memiliki Blackberry (BB), bagaimana mungkin orang percaya bahwa seorang pesohor dan legislator sekelas Angelina Sondakh mengaku tak memiliki Blackberry sebelum akhir 2010?

Bagaimana kita tidak gemas ketika dalam sidang perkara korupsi wisma atlet dengan terdakwa Muhammad Nazaruddin, Rabu (15/2), Angelina Sondakh sebagai saksi dengan enteng terus menyangkal semua fakta yang menunjukkan keterlibatannya.

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memiliki bukti rekaman pembicaraan Angelina dengan Mindo Rosalina melalui BBM (perpesanan dengan BB). Ketika bukti itu disinggung, Angelina kembali menyangkal, mengaku tak mengenali pembicaraan tersebut. Saking jengkelnya, pengacara Nazaruddin, Hotman Paris Hutapea, mencemooh, ”Apa hantu yang mengirim BBM ini?”

Angelina juga mengaku tak paham kode-kode permintaan uang kepada Mindo seperti ”apel malang”, ”apel washington”, dan ”semangka”. Padahal, menurut Mindo, kode-kode itu jelas-jelas digunakan dalam percakapan mereka.

Seperti Angelina, Mahyudin, politikus Partai Demokrat dan Ketua Komisi X DPR, juga menyangkal keterlibatannya. Terhadap pertanyaan majelis hakim, jaksa, dan pengacara, Mahyudin—yang juga Guru Besar Universitas Sriwijaya itu—menjawab, ”Tidak tahu, lupa, atau tidak ingat.”

Alasan lupa adalah ia pernah terserang stroke. Dalam pertemuan dengan Andi Mallarangeng, Nazaruddin, dan Angelina Sondakh, yang ia ingat adalah makanan udang. ”Katanya stroke, tetapi malah ingat udang.” ”Masa orang yang lupa dipercaya jadi pemimpin komisi DPR.” Lagi-lagi, begitu cemooh Hotman Paris Hutapea.

Kita tentu masih harus menunggu hasil sidang lanjutan perkara Nazaruddin. Semua orang tahu, perkara ini sarat muatan politik. Tak heran jika mereka yang berkepentingan mengatur mekanisme begitu rupa agar skandal politik yang lebih besar tidak terbongkar. Rakyat yang paling sederhana pun tahu, perkilahan Angelina Sondakh dan kelupaan Mahyudin adalah bagian dari mekanisme kebohongan itu.

Kanker ganas

Di mana-mana politik memang tak bisa terpisahkan dari kebohongan. Kebenaran sulit menjadi kriteria politik karena politik memang tidak berkenaan dengan kebenaran, tetapi dengan naluri mempertahankan dan memperbesar kekuasaan. Itulah yang dibahas filsuf politik Hannah Arendt dalam bukunya Wahrheit und Lüge in der Politik—Kebenaran dan Kebohongan dalam Politik (1971).

Menurut Arendt, politik bergerak sedemikian rupa sehingga mendepak kebenaran. Politik menjadi sekadar upaya mempertahankan kekuasaan malah cenderung jadi permainan. Hakikatnya adalah ”Who get What, When, How”.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Pertamina Goes To Campus, Langkah Kolaborasi Pertamina Hadapi Trilema Energi

Nasional
Respons Luhut Soal Orang 'Toxic', Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Respons Luhut Soal Orang "Toxic", Golkar Klaim Menterinya Punya Karya Nyata

Nasional
Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Ditanya Soal Progres Pertemuan Prabowo-Megawati, Gerindra: Keduanya Mengerti Kapan Harus Bertemu

Nasional
Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Gerindra Tangkap Sinyal PKS Ingin Bertemu Prabowo, tapi Perlu Waktu

Nasional
Mencegah 'Presidential Club' Rasa Koalisi Pemerintah

Mencegah "Presidential Club" Rasa Koalisi Pemerintah

Nasional
Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasdem-PKB Gabung Prabowo, Zulhas Singgung Pernah Dicap Murtad dan Pengkhianat

Nasional
Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Pengamat HI Harap Menlu Kabinet Prabowo Paham Geopolitik, Bukan Cuma Ekonomi

Nasional
PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

PDI-P Harap MPR Tak Lantik Prabowo-Gibran, Gerindra: MK Telah Ambil Keputusan

Nasional
Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang 'Toxic' di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Sepakat dengan Luhut, Golkar: Orang "Toxic" di Pemerintahan Bahaya untuk Rakyat

Nasional
Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Warung Madura, Etos Kerja, dan Strategi Adaptasi

Nasional
BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena 'Heatwave' Asia

BMKG: Suhu Panas Mendominasi Cuaca Awal Mei, Tak Terkait Fenomena "Heatwave" Asia

Nasional
Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang 'Online' dari Pinggir Jalan

Momen Unik di Sidang MK: Ribut Selisih Satu Suara, Sidang "Online" dari Pinggir Jalan

Nasional
Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk 'Presidential Club'...

Maksud di Balik Keinginan Prabowo Bentuk "Presidential Club"...

Nasional
Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Resistensi MPR Usai PDI-P Harap Gugatan PTUN Bikin Prabowo-Gibran Tak Dilantik

Nasional
“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

“Presidential Club” Butuh Kedewasaan Para Mantan Presiden

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com