Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Muhaimin Merasa Namanya Dicemarkan

Kompas.com - 20/02/2012, 13:16 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com — Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar merasa namanya dicermarkan. Menurut Muhaimin, namanya dicatut sejumlah orang dalam pusaran kasus dugaan suap Percepatan Pembangunan Infrastruktur Daerah (PPID) Transmigrasi.

"Statement di media ngawur, seolah-olah saya memberikan THR (tunjangan hari raya) dengan duit yang tidak jelas itu," kata Muhaimin saat bersaksi untuk terdakwa kasus itu, Dadong Irbarelawan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (20/2/2012).

Dalam kasus ini, nama Muhaimin memang disebut-sebut. Dalam rekaman pembicaraan antara Syamsu Alam (pemilik PT Alam Jaya Papua) dan Dhani Nawawi (staf mantan Presiden Abdurrahman Wahid) yang terjadi 25 Agustus 2011 lalu, Dhani menyebutkan kalau Muhaimin butuh dana Rp 2 miliar untuk bayar THR kyai.

"Saya baru keluar dari tempat Pak Menteri, janjinya pukul 09.00 pagi, tetapi beliau baru sampai karena melepas mudik bareng di Kemayoran. Beliau (Muhaimin) buka-bukaan untuk memberikan THR ke seluruh Indonesia, masih kurang hampir Rp 2 miliar," kata Dhani seperti dalam rekaman.

Menurut Muhaimin, ucapan Dhani Nawawi itu ngawur. Muhaimin mengaku tidak mengenal dan tidak pernah bertemu Dhani. "Tidak kenal dan tidak pernah bertemu. Saya kenal Dhani di media masa, tidak pernah ketemu," ujar Muhaimin.

Ketua Umum DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga merasa namanya dicatut Fauzi (mantan staf asistensi Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi), Ali Mudhori (mantan anggota DPR Fraksi PKB), Sindu Malik (mantan pegawai Kementerian Keuangan), dan pengusaha Iskandar Pasojo alias Acos.

"Saya baca di koran, lihat pemberitaan, beberapa orang yang muncul, nama-nama menyebut atas nama saya, atas nama menteri, adalah orang-orang yang catut nama saya. Fauzi, Ali Mudhori, Sindu Malik, Iskandar Pasojo; yang paling parah, Dhani Nawawi," ungkap Muhaimin.

Muhaimin menegaskan, dia tidak terlibat sama sekali dalam kasus dugaan suap PPID ini. Ia tidak tahu-menahu soal commitment fee Rp 1,5 miliar yang diberikan pengusaha Dharnawati terkait penetapan empat kabupaten di Papua sebagai penerima dana PPID.

Meskipun merasa namanya dicatut, Muhaimin belum berniat melaporkan orang-orang itu ke polisi. "Kami akan menunggu perkembangan persidangan dulu," kata Muhaimin.

Kasus dugaan suap dalam PPID ini melibatkan dua pejabat Kemennakertrans, yaitu I Nyoman Suisnaya dan Dadong Irbarelawan, serta pengusaha Dharnawati. Dalam kasus ini, Dharnawati divonis 3 tahun penjara karena dinilai terbukti memberikan suap Rp 1,5 miliar kepada pejabat Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemennakertrans). Kasus ini juga melibatkan Fauzi, Ali Mudhori, Sindu Malik, dan Acos. Menurut Dharnawati, keempatnya adalah orang yang mengatur soal commitment fee.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    GASPOL! Hari Ini: Eks Ajudan Prabowo Siap Tempur di Jawa Tengah

    Nasional
    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Mengintip Kecanggihan Kapal Perang Perancis FREMM Bretagne D655 yang Bersandar di Jakarta

    Nasional
    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Selain Rakernas, PDI-P Buka Kemungkinan Tetapkan Sikap Politik terhadap Pemerintah Saat Kongres Partai

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Korban Dugaan Asusila Sempat Konfrontasi Ketua KPU saat Sidang DKPP

    Nasional
    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Covid-19 di Singapura Naik, Imunitas Warga RI Diyakini Kuat

    Nasional
    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    WWF 2024 Jadi Komitmen dan Aksi Nyata Pertamina Kelola Keberlangsungan Air

    Nasional
    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Menhub Targetkan Bandara VVIP IKN Beroperasi 1 Agustus 2024

    Nasional
    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Korban Dugaan Asusila Ketua KPU Sempat Ditangani Psikolog saat Sidang

    Nasional
    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Polri: Kepolisian Thailand Akan Proses TPPU Istri Fredy Pratama

    Nasional
    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Polri dan Kepolisian Thailand Sepakat Buru Gembong Narkoba Fredy Pratama

    Nasional
    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Lewat Ajudannya, SYL Minta Anak Buahnya di Kementan Sediakan Mobil Negara Dipakai Cucunya

    Nasional
    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    KPK Duga Eks Wakil Ketua DPR Azis Syamsuddin Terima Fasilitas di Rutan Usai Bayar Pungli

    Nasional
    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Desta Batal Hadir Sidang Perdana Dugaan Asusila Ketua KPU

    Nasional
    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Soal Lonjakan Kasus Covid-19 di Singapura, Kemenkes Sebut Skrining Ketat Tak Dilakukan Sementara Ini

    Nasional
    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    DKPP Akan Panggil Sekjen KPU soal Hasyim Asy'ari Pakai Fasilitas Jabatan untuk Goda PPLN

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com