Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Izin Perusahaan Perkebunan di Mesuji Harus Dicabut

Kompas.com - 16/12/2011, 13:15 WIB
Ary Wibowo

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com - Izin operasi yang diberikan Kementerian Kehutanan kepada tiga perusahaan perkebunan di Mesuji, yakni PT Sumber Wangi Alam, PT Silvia Inhutani, dan PT Barat Selatan Makmur Invesindo (BSMI), harus dicabut sementara.  Pasalnya, akibat upaya perluasan lahan oleh kedua perusahaan swasta tersebut, banyak korban berjatuhan, baik yang terluka, bahkan hingga meninggal dunia.

"Seharusnya tiga perusahaan itu segera dicabut hak izin dan usahanya, karena dengan adanya tiga perusahaan itu, berbagai kekerasan dan konflik masyarakat sekitar Mesuji sampai saat ini masih berlangsung," ujar Direktur Advokasi Yayasan Lembaga Advokasi Indonesia (YLBHI) Kadir Wakobun saat jumpa pers di Kantor Walhi, Jakarta, Jumat (16/12/2011).

Sebelumnya, pada Rabu (14/12/2011), sejumlah warga dan keluarga korban kasus Mesuji didampingi pengacara melaporkan dan menyampaikan bukti adanya pembunuhan keji yang terjadi pada akhir 2010 hingga awal 2011 di dua daerah yakni di Kecamatan Mesuji, Sumatera Selatan, dan Kabupaten Mesuji, Lampung.

Menurut mereka, kasus itu bermula dari perluasan lahan salah satu perusahaan kelapa sawit dan karet milik warga negara Malaysia. Dalam video, berbagai tindakan keji terekam. Salah satunya adalah pemenggalan kepala dua pria.

Menurut Kadir, pemicu konflik dalam kasus tersebut berawal karena pihak perkebunan sawit telah merampas dan menguasai tanah warga dalam waktu yang lama. Dan warga, kata Kadir, tidak mendapatkan manfaat yang jelas dari hasil kebun sawit tersebut.

Selain itu, perusahaan tersebut juga seringkali selalu berlindung atas Undang-Undang Perkebunan Nomor 18 Tahun 2004. Menurut Kadir, UU tersebut telah memberikan legalitas yang sangat kuat kepada perusahaan-perusahaan perkebunan untuk mengambil tanah-tanah yang dikuasai rakyat.

"Pasal dalam UU ini dengan jelas memberikan ruang yang besar kepada perusahaan perkebunan baik swasta maupun pemerintah untuk terus melakukan tindakan kekerasan dan kriminalisasi terhadap petani," kata Kadir.

Kadir mencontohkan, PT Silvia Inhutani selama ini dengan jelas telah menelantarkan lahan dan menyalahgunakan peruntukan lahan. Menurutnya, lahan yang seharusnya ditanami kayu, malah ditanami singkong dan nanas.

"Kan kalau seperti ini, bisa dikatakan menyalahgunakan peraturan. Padahal, lahan-lahan itu bisa diserahkan kepada warga untuk dikelola dengan mekanisme hutan desa atau mekanisme lainnya, sehingga fungsi hutan tetap terjaga dan masyarakat dapat mamfaat. Alasan-alasan inilah mengapa kita ingin agar izin perusahaan itu dicabut oleh pemerintah segera," tegasnya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Terkini Lainnya

    Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

    Soal Peluang Usung Anies pada Pilkada Jakarta, PDI-P dan PKB Masih Mengkaji

    Nasional
    Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

    Soal Pilkada Jakarta, PDI-P Sebut Tak Cuma Pertimbangkan Elektabilitas Calon

    Nasional
    Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

    Ngabalin Bantah Isu Jokowi Sodorkan Nama Kaesang ke Parpol untuk Pilkada Jakarta

    Nasional
    Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

    Saat Jokowi Perintahkan PDN Diaudit Imbas Peretasan, tapi Projo Bela Menkominfo...

    Nasional
    Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

    Gagasan Overseas Citizenship Indonesia: Visa Seumur Hidup bagi Diaspora

    Nasional
    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian II-Habis)

    Nasional
    [POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

    [POPULER NASIONAL] Titik Temu Mewujudkan Koalisi PKS dan PDI-P di Jakarta | KPK Benarkan Bansos Presiden yang Diduga Dikorupsi Dibagikan Jokowi

    Nasional
    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

    Data PDNS Gagal Pulih karena Ransomware: Siapa Bertanggung Jawab? (Bagian I)

    Nasional
    Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

    Tanggal 1 Juli 2024 Memperingati Hari Apa?

    Nasional
    Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem 'Back Up' Data Cepat

    Antisipasi Serangan Siber, Imigrasi Siapkan Sistem "Back Up" Data Cepat

    Nasional
    Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

    Puncak Hari Bhayangkara Digelar 1 Juli 2024 di Monas, Jokowi dan Prabowo Diundang

    Nasional
    4 Bandar Judi 'Online' Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

    4 Bandar Judi "Online" Terdeteksi, Kapolri: Saya Sudah Perintahkan Usut Tuntas

    Nasional
    Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

    Usai Bertemu Jokowi, MenPAN-RB Sebut Jumlah Kementerian Disesuaikan Kebutuhan Prabowo

    Nasional
    Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

    Imigrasi Ancam Deportasi 103 WNA yang Ditangkap karena Kejahatan Siber di Bali

    Nasional
    Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk 'Back Up' Data Sejak April, tapi Tak Direspons

    Imigrasi Akui Sudah Surati Kominfo untuk "Back Up" Data Sejak April, tapi Tak Direspons

    Nasional
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com