Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sofyan Djalil Mengaku Tak Pernah Setujui Penunjukan Langsung

Kompas.com - 11/10/2011, 15:02 WIB
Icha Rastika

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com Selaku Komisaris PT PLN 1999-2002, mantan Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil mengaku tidak pernah menyetujui proyek pengadaan outsourcing Customer Information System Rencana Induk Sistem Informasi (CIS-RISI) di PLN Disjaya Tangerang 2004-2006.

Proyek pengadaan tersebut kini menjadi perkara korupsi dengan terdakwa mantan Direktur Utama PT PLN, Eddie Widiono. Hal itu disampaikan Sofyan saat bersaksi dalam persidangan Eddie Widiono di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Selasa (11/10/2011).

"Sampai saya berhenti dari komisaris, persetujuan belum diberikan karena masih ada beberapa perbedaan antara komisaris dan direksi," ujar Sofyan.

Dia mengatakan, tiga hal yang menjadi perbedaan pendapat antara direksi dan dewan komisaris yaitu terkait penunjukan langsung PT Netway Utama sebagai rekanan proyek, soal harga, dan soal hak cipta.

Menurut Sofyan, Eddie selaku direksi meminta persetujuan dewan komisaris untuk menunjuk langsung PT Netway sebagai pelaksana proyek dengan harga proyek senilai Rp 700 miliar.

"Dewan Komisaris kemudian mempertanyakan apakah alasan penunjukan langsung cukup kuat atau tidak," katanya.

Dewan Komisaris menilai bahwa angka Rp 700 miliar yang diajukan direksi itu terlalu mahal. "Yang jadi masalah memang masalah harga, saat saya berhenti jadi komisaris, 700 miliar itu tidak pernah berkurang walaupun saya dengar harganya jauh lebih murah. Tapi setelah saya berhenti tidak pernah (berkurang), baru saat pelaksanaannya lebih rendah dari angka awal," paparnya.

Saat itu, katanya, Eddie juga menyampaikan, hak cipta properti dari program tersebut dimiliki PT Netway Utama. Padahal sebelumnya, yang menjadi rekan kerja sama PT PLN terkait CIS RISI adalah Politeknik ITB sehingga Sofyan mengira jika hak cipta properti milik Politeknik ITB.

Oleh karena itu, Dewan Komisaris meminta pandangan hukum dari kantor hukum RSP dalam mengambil keputusan. "Awalnya, masalah copyright komisaris menolak. Namun, setelah dijelaskan pandangan hukum, komisaris pun menyetujuinya," ungkap Sofyan.

Dalam kasus ini, Eddie Widiono ditetapkan sebagai tersangka bersama General Manager PT PLN Disjaya Tangerang Margo Santoso dan Fahmi Mochtar, serta Direktur Utama PT Netway Utama Gani Abdul Gani.

Tim jaksa penuntut umum sebelumnya menilai, perintah penunjukan langsung terhadap PT Netway Utama oleh Eddie tidak sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pengadaan Barang dan Jasa.

Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), nilai proyek outsourcing 2004-2006 itu semestinya hanya Rp 92,2 miliar, bukan Rp 137,1 miliar, seperti yang akhirnya disetujui. Selisih nilai proyek sebesar Rp 46,1 miliar itu diduga sebagai kerugian negara.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Meski Anggap Jokowi Bukan Lagi Kader, Ini Alasan PDI-P Tak Tarik Menterinya dari Kabinet

Nasional
Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Rancangan Peraturan KPU, Calon Kepala Daerah Daftar Pilkada 2024 Tak Perlu Lampirkan Tim Kampanye

Nasional
Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasdem dan PKB Dukung Prabowo-Gibran, PAN Sebut Jatah Kursi Menteri Parpol Koalisi Tak Terganggu

Nasional
Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Bilang Jokowi Sangat Nyaman, PAN Janjikan Jabatan Berpengaruh

Nasional
KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

KPU Godok Aturan Baru Calon Kepala Daerah Pakai Ijazah Luar Negeri

Nasional
Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis 'Pernah', Apa Maknanya?

Status Perkawinan Prabowo-Titiek Tertulis "Pernah", Apa Maknanya?

Nasional
Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Wamenhan Terima Kunjungan Panglima AU Singapura, Bahas Area Latihan Militer

Nasional
Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Pengamat: Anies Ditinggal Semua Partai Pengusungnya, Terancam Tak Punya Jabatan Apa Pun

Nasional
Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Pilkada 2024: Usia Calon Gubernur Minimum 30 Tahun, Bupati/Wali Kota 25 Tahun

Nasional
Menlu Sebut Judi 'Online' Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Menlu Sebut Judi "Online" Jadi Kejahatan Transnasional, Mengatasinya Perlu Kerja Sama Antarnegara

Nasional
PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi 'Effect'

PDI-P Percaya Diri Hadapi Pilkada 2024, Klaim Tak Terdampak Jokowi "Effect"

Nasional
Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Harap Kemelut Nurul Ghufron dan Dewas Segera Selesai, Nawawi: KPK Bisa Fokus pada Kerja Berkualitas

Nasional
Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Hasto Ungkap Jokowi Susun Skenario 3 Periode sejak Menang Pilpres 2019

Nasional
Ikut Kabinet atau Oposisi?

Ikut Kabinet atau Oposisi?

Nasional
Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Gugat KPU ke PTUN, Tim Hukum PDI-P: Uji Kesalahan Prosedur Pemilu

Nasional
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com