JAKARTA, KOMPAS.com — Tersangka teroris, Umar Patek, menyerahkan dua dari empat senjata api yang dia selundupkan dari Filipina masuk ke Indonesia kepada Dumaltin pada Juni 2009. Dua senjata api lainnya Patek pegang selama berada di Indonesia.
"Senjata api yang dia (Patek) pakai itu sekarang sudah disita oleh kita," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Mabes Polri, Kamis (18/8/2011 ). Terkait perkara itu, Patek dijerat dengan UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951.
Patek masuk kembali ke Indonesia setelah melarikan diri pascaledakan bom Bali I tahun 2002 . Dia lalu bersama Dulmatin pada Juni 2009 sampai Maret 2010. Patek juga mengetahui pelatihan militer di Aceh. Pelatihan itu salah satunya digerakkan oleh Dulmatin.
Lantaran menyembunyikan informasi tentang buronan teroris serta kegiatan teroris, Patek dijerat dengan Pasal 9 dan Pasal 13 UU Nomor 15 Tahun 2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Anton menjelaskan, Patek juga dijerat terkait keterlibatan dalam membuat bom malam Natal tahun 2000 dan bom Bali I. Lantaran peristiwa itu terjadi sebelum UU Terorisme disahkan, Patek hanya bisa dijerat dengan Pasal 340 KUHP tentang pembunuhan berencana.
Sangkaan lain yakni memalsukan identitas dalam paspor yang dikeluarkan Kantor Imigrasi Jakarta Timur. Dalam paspor, Patek memakai nama Anis Alwai Jafar. Terkait perkara itu, dia dijerat Pasal 266 KUHP dan Pasal 55 UU Keimigrasian.
Patek telah ditahan selama 40 hari kedepan di Rutan Mako Brimob, Kelapa Dua, Depok, bersama istrinya, Rukiyah (warga Filipina). Rukiyah juga ditetapkan sebagai tersangka terkait pemalsuan paspor. Dalam paspor, Rukiyah memakai nama Fatima Zahra Anis.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.